STAI SMQ BANGKO, MERANGIN, JAMBI
OLEH MUJIMAN.JAWA
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr Wb.
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan
hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “KONSEP PROPESI PENDIDIKAN”
Dalam
penyusunan makalah ini penyusun menyadari banyak sekali bantuan yang
diberikan oleh banyak pihak baik moril maupun materil sehingga makalah
ini dapat diselesaikan. Dan pada kesempatan ini penyusun mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Dr.Hj Elly Resly Rachlan.MM selaku dosen pembimbing mata kuliah Propesi Keguruan
2. Orang tua tercinta yang senantiasa memberikan doa restu, motivasi, bantuan baik berupa moril dan materil.
3. Rekan-rekan yang telah membantu untuk penyelesaian makalah ini.
4. Serta pihak-pihak lain yang tidak bisa penyusun sebutkan satu persatu.
Semoga
atas segala bantuan dan bimbingan yang telah diberikan kepada penyusun
mendapatkan balasan dari Allah SWT. Penyusun menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna. Untuk segala kritik dan saran yang bersifat
membangun, penyusun harapkan demi kesempurnaan makalah yang berikutnya
dan semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Wassalam.
Ciamis, Mei 2011
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI.................................................................................................. .. ii
BAB I......... PENDAHULUAN....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang...................................................................... .. 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................. .. 2
1.3 Tujuan Pembuatan Makalah.................................................. .. 2
BAB II........ PEMBAHASAN KONSEP PROFESI KEPENDIDIKAN..... 3
2.1 Pengertian Profesi................................................................. .. 3
2.2 Syarat-Syarat Profesi............................................................. .. 6
2.3 Kode Etik Profesi Kependidikan.......................................... 14
2.4 Perkembangan Profesi Kependidikan................................... 15
2.5 Fungsi Organisasi Profesional Kependidikan dan Jenisnya.. 17
2.6 Sikap profesional keguruan................................................... 18
BAB III...... PENUTUP.................................................................................. 22
3.1 Kesimpulan............................................................................ 22
3.2 Saran...................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sudah
menjadi pengetahuan umum bahwa Pendidikan adalah suatu bentuk investasi
jangka panjang yang penting bagi seorang manusia. Pendidikan yang
berhasil akan menciptakan manusia yang pantas dan berkelayakan di
masyarakat seta tidak menyusahkan orang lain. Masyarakat dari yang
paling terbelakang sampai yang paling maju mengakui bahwa pendidik /
guru merupakan satu diantara sekian banyak unsure pembentuk utama calon
anggota masyarakat. Namun, wujud pengakuan itu berbeda-beda antara satu
masyarakat dan masyarakat yang lain. Sebagian mengakui pentingnya
peranan guru itu dengan cara yang lebih konkrit, sementara yang lain
masih menyangsikan besarnya tanggung jawab seorang guru, termasuk
masyarakat yang sering menggaji guru lebih rendah daripada yang
sepantasnya.
Demikian
pula, sebagian orang tua kadang-kadang merasa cemas ketika menyaksikan
anak-anak mereka berangkat ke sekolah, karena masih ragu akan kemampuan
guru mereka. Di pihak lain setelah beberapa bulan pertama mengajar,
guru-guru pada umumnya sudah menyadari betapa besar pengaruh terpendam
yang mereka miliki terhadap pembinaan kepribadian peserta didik.
Kesadaran umum akan besarnya tanggung jawab seorang guru serta berbagai
pandangan masyarakat terhadap peranannya telah mendorong para tokoh dan
ahli pendidikan untuk merumuskan ruang lingkup tugas, tanggung jawab dan
kualifikasi yang seharusnya dipenuhi oleh guru, sebagai pengajar guru
mempunya tugas menyelenggarakan proses belajar-mengajar tugas yang
mengisi porsi terbesar dari profesi keguruan ini pada garis besarnya
meliputi minimal empat pokok, yaitu :
1. menguasai bahan pengajaran
2. merencanakan program belajar-mengajar
3. melaksanakan, memimpin dan mengelola proses belajar-mengajar serta,
4. menilai dan mengevaluasi kegiatan belajar-mengajar
Kemudian
aspek-aspek apa saja yang dapat mendorong seorang guru dapat
mengembangkan proses belajar mengajar? Apa indikatornya? Serta
kompensasi macam apa yang dijalankan guna tercapainya proses belajar
mengajar dalam upaya mengembangkan profesionalismenya?
1.2 Rumusan Masalah
Untuk mempermudah kita dalam memahami materi tentang Profesi Keguruan, penulis akan membuat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa Pengertian profesi ?
2. Apa saja syarat-syarat profesi ?
3. Kode etik keguruan ?
4. Bagaimana perkembangan profesi keguruan ?
5. Fungsi dan jenis-jenis organisasi keguruan ?
6. Sikap profesional keguruan ?
1.3 Tujuan Pembuatan Makalah
1. Untuk memaparkan pengertian dan syarat-syarat profesi keguruan dan perkembangannya di Indonesia.
2. Untuk menjelaskan kode etik guru.
3. Untuk membahas fungsi dan tujuan PGRI sebagai organisasi guru.
4. Untuk memenuhi tugas mata kuliah profesi keguruan
BAB II
PEMBAHASAN
KONSEP PROFESI KEPENDIDIKAN
2.1 Pengertian Profesi
Secara etimologi, istilah profesi berasal dari bahasa Inggris yaitu profession atau bahasa latin, profecus,
yang artinya mengakui, adanya pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli
dalam melakukan suatu pekerjaan. Sedangkan secara terminologi. profesi
berarti suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi
pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental; yaitu adanya
persyaratan pengetahuan teoritis sebagai instrumen untuk melakukan
perbuatan praktis, bukan pekerjaan manual (Danin, 2002). Jadi suatu
profesi harus memiliki tiga pilar pokok, yaitu pengetahuan, keahlian,
dan persiapan akademik.
Kata
Profesi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai bidang
pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan, kejuruan,
dsb) tertentu. Di dalam profesi dituntut adanya keahlian dan etika
khusus serta standar layanan. Profesi juga diartikan sebagai suatu
pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus
yang didapat dari pendidikan akademis yang intensif (Webstar, 1989). Pengertian
ini mengandung implikasi bahwa profesi hanya dapat dilakukan oleh
orang-orang secara khusus di persiapkan untuk itu. Dengan kata lain,
profesi bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak
memperoleh pekerjaan lain.
Dari
pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa profesi merupakan
pekerjaan yang tidak sembarang orang bisa melakukannya dan dari
pengertian tersebut dapat dilihat syarat-syarat suatu pekerjaan dapat
dikatakan profesi, yakni :
1. Adanya ilmu pengetahuan yang mendasari teknik dan prosedur kerja yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan khusus.
2. Adanya kode etik profesi.
3. Adanya pengakuan Formal Legalistik dari masyarakat dan pemerintah.
4. Adanya organisasi yang memayungi pelaku profesi serta melindungi masyarakat dari layanan yang tidak semestinya.
Menurut
Ornstein dan Levine (1984) menyatakan bahwa profesi itu adalah jabatan
yang sesuai dengan pengertian profesi di bawah ini:
- Melayani masyarakat merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat.
- Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu diluar jangkauan khalayak ramai.
- Menggunakan hasil penelitin dan aplikasi dari teori ke praktik.
- Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang
- Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau mempunyai persyaratan yang masuk.
- Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu
- Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang ditampilkan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan
- Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien
- Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya relatif bebas dari supervisi dalam jabatan
- Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri
- Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok ‘elit’ untuk mengetahui dan mengakui keberhasilan anggotanya
- Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan
- Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari pablik dan kepercayaan diri setiap anggotanya
- Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi (bila dbanding dengan jabatan lainnya).
Tidak
jauh berbeda dengan ciri-ciri diatas, Sanusi et al. (1991),
mengutarakan ciri-ciri utama suatu profesi itu sebagai berikut:
a. Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikansi sosial yang menentukan (crusial)
b. Jabatan yang menuntut keterampilan/keahlian tertentu
c. Keterampilan/keahlian yang dituntut jabatan itu didapat melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah
d. Jabatan
itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas, sistematik,
eksplisit, yang bukan hanya sekedar pendapat khalayak umum.
e. jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yan cukup lama.
f. Proses pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesiaonal itu sendiri.
g. Dalam memberikan layanan kepada masyarakat, anggota profesi itu berpegang teguh pada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi.
h. Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement terhadap permasalahan profesi yang dihadapinya.
i. Dalam prakteknya melayani masyarakat, anggota profesi otonom dan bebas dari campur tangan oran lain.
j. Jabatan ini mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat, dan oleh karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula.
Pada
sisi lain profesi mempunyai pengertian seorang yang menekuni pekerjaan
berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik dan prosedur berdasarkan
intelektual. Hal demikian dapat dibaca pula pendapat Volmer dan Mills
(1966), Mc Cully (1969), dan Diana W. Kommer (dalam sagala,
2000:195-196), mereka sama-sama mengartikan profesi sebagai spesialisasi
dari jabatan intelektual yang diperoleh melalui study dan training,
bertujuan menciptakan keterampilan, pekerjaan yang bernilai tinggi,
sehingga keterampilan dan pekerjaan itu diminati, disenangi oleh orang
lain, dan dia dapat melakukan pekerjaan itu dengan mendapat imbalan
berupa bayaran, upah, dan gaji (payment)
2.2 Syarat-Syarat Profesi Keguruan
Profesi
menunjukkan lapangan yang khusus dan mensyaratkan studi dan penguasaan
pengetahuan khusus yang mendalam. Profesi kependidikan dalam hal ini,
guru merupakan suatu profesi karena dia memiliki 4 persyaratan yang
telah dibahas sebelumnya. Jadi dapat kita simpulkan pengertian dari profesi kependidikan/ keguruan adalah keahlian
khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran, dan pelatihan yang ditekuni
untuk menjadi mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan hidup yang
bersangkutan (guru) serta menuntut keprofesionalan pada bidang tersebut.
Adapun syarat-syarat atau kriteria jabatan guru menurut NEA ( National Education Association ) 1948, menyarankan kriteria berikut :
a. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual
Disebut
jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual karena mengajar melibatkan
upaya-upaya yang sifatnya sangat didominasi kegiatan intelektual. Lebih
lanjut dapat diamati, bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan anggota
profesi ini adalah dasar bagi persiapan professional lainnya. Oleh sebab
itu, mengajar seringkali disebut sebagai ibu dari segala profesi (Stinnet dan Hugget, 1963).
b. Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus
Semua jabatan mempunyai monopoli pengetahuan yang memisahkan anggota mereka dari orang awam, dan memungkinkan
mereka mengadakan pengawasan tentang jabatannya. Anggota –anggota suatu
profesi menguasai bidang ilmu yang membangun keahlian mereka dan
melindungi masyarakat dari penyalahgunaan, amatiran yang tidak terdidik,
dan kelompok tertentu yang ingin mencari keuntungan (misalnya
orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang membuka praktek dokter).
Namun, belum ada kesepakatan tentang bidang ilmu khusus yang melatari
pendidikan (education)atau keguruan (teaching) (ornstein and Livine,
1984).
Sementara
itu, ilmu pengetahuan tingkah laku (behavioral sciences),ilmu
pengetahuan alam, dan bidang kesehatan dapat dibimbing langsung dengan
peraturan dan prosedur yang ekstensif dan menggunakan
metodologi yang jelas Ilmu pendidikan kurang terdefinisi dengan baik.
Di samping itu, ilmu yang terpakai dalam dunia nyata pengajaran masih
banyak yang belum teruji avalidasinya dan yang disetujui sebagian besar ahlinya (Gideonse, 1982, dan woodring, 1983).
Sebagai
hasilnya, banyak orang khususnya orang awam, seperti juga dengan para
ahlinya, selalu berdebat dan berselisih, malahan kadang-kadang
menimbulkan pembicaraan yang negatif. Hasil lain dari bidang ilmu yang
belum terdefinisi dengan baik ini adalah isi dari kurikulum pendidikan
guru berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya, walaupun telah
mulai disamakan dengan menentukan topik-topik inti yang wajib ada dalam
kurikulum.
Banyak
guru di sekolah diperkirakan mengajar di luar dan bidang ilmu yang
cocok dengan ijazahnya; misalnya banyak guru matematika yang tidak
mendapatkan mayor dalam matematika sewaktu dia belajar pada lembaga
pendidikan guru, ataupun mereka tidak disiapkan untuk mengajar
matematika. Masalah
ini sangat menonjol dalam bidang matematika dan ilmu pengetahuan alam,
walaupun sudah agak berkurang dengan adanya persediaan guru yang cukup
sekarang ini.
Apakah
guru bidang ilmu pengetahuan tertentu juga ditentukan oleh baku
pendidikan dan pelatihannya? Sampai saat pendidikan guru banyak yang
ditentukan dari atas, ada juga waktu pendidikannya cukup dua tahun saja,
ada yang perlu tiga tahun atau harus empat tahun. Untuk melangkah
kepada jabatan profesional, guru harus mempunyai pengaruh yang cukup
besar dalam membuat keputusan tentang jabatannya sendiri. Organisasi
guru harus mempunyai kekuasaan dan kepemimpinan yang potensial untuk
bekerja sama, dan bukan didikte dengan kelompok yang berkepentingan,
misalnya oleh lembaga pendidikan guru atau kantor wilayah pendidikan
guru atau kantor wilayah pendidikan dan kebudayaan beserta jajarannya.
c. Jabatan yang memerlukan persiapan professional yang lama
Lagi-lagi
terdapat perselisihan pendapat mengenai hal ini. Yang membedakan
jabatan profesional dengan non-profesional antara lain adalah dalam
penyelesaian pendidikan
melalui kurikulum, yaitu ada yang diatur universitas/institut atau
melalui pengalaman praktek dan perpemagangan atau campuran pemagangan
dan kuliah. Yang pertama, yakni pendidikan melalui perguruan tinggi
disediakan untuk jabatan profesional, sedangkan yang kedua, yakni
pendidikan melalui pengalaman praktek dan pemagangan atau campuran
pemagangan dan kuliah diperuntukan bagi jabatan non-profesional (omstein
dan levine, 1984). Tetapi jenis kedua ini tidak ada lagi di indonesia.
Anggota
kelompok guru dan yang berwenang di departemen pendidikan dan
kebudayaan berpendapat bahwa persiapan profesional yang cukup lama amat
perlu untuk mendidik guru yang berwenang. Konsep ini menjelaskan
keharusan memenuhi kurikulum perguruan tinggi, yang terdiri dari
pendikan umum, profesional, dan khusus, sekurang-kurangnya empat tahun
lagi bagi guru pemula (S1 di LPTK), atau pendidikan persiapan
profesional di LPTK paling kurang selama setahun setelah mendapat gelar
akademik S1 di perguruan tinggi non LPTK. Namun, sampai sekarang di
indonesia , ternyata masih banyak guru yang lama pendidikan mereka
sangat singkat, malahan masih ada yang hanya seminggu, sehingga tentu
saja kualitasnya masih sangat jauh untuk dapat memenuhi parsyaratan yang
kita harapkan.
d. Jabatan yang memerlukan “Latihan dalam jabatan” yang berkesinambungan
Jabatan
guru cenderung menunjukan bukti yang kuat sebagai jabatan profesional,
sebab hampir tiap tahun guru melakukan berbagai kegiatan latihan
profesional, baik yang mendapatkan penghargaan kredit maupun tanpa
kredit.
Malahan
pada saat sekarang bermacam-macam pendidikan profesional tambahan
diikuti guru-guru dalam menyetarakan dirinya dengan kualifikasi yang
telah ditetapkan. ( Ingat penyetaraan D-II untuk guru-guru SD, dan
penyetaraan D-III untuk guru-guru SLTP, baik melalui tatap muka di LPTK
tertentu maupun lewat pendidikan jarak jauh yang di koordinasikan
Universitas Terbuka).
Di lihat dari kacamata ini, jelas kriteria ke empat ini dapat di penuhi bagi jabatan guru di negara kita.
e. Jabatan yang menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen
Di
luar negeri barangkali syarat jabatan guru sebagai karier permanen
merupakan titik paling lemah dalam menuntut bahwa mengajar adalah
jabatan profesional. Banyak guru baru yang hanya bertahan selama satu
atau dua tahun saja pada profesi mengajar, setelah itu mereka pindah
kerja ke bidang lain, yang lebih banyak menjanjikan bayaran yang lebih
tinggi. Untunglah Indonesia kelihatannya tidak begitu banyak guru yang
pindah k bidang lain, walaupun bukan berarti pula bahwa jabatan guru di
Indonesia mempunyai pendapatan yang tinggi. Alasannya mungkin karena
lapangan kerja dan sistem pindah jabatan yang agak sulit. Dengan
demikian kriteria ini dapat dipenuhi oleh jabatan guru di Indonesia.
f. Jabatan yang menentukan standarnya sendiri
Karena
jabatan guru menyangkut hajat orang banyak, maka baku untuk jabatan
guru ini sering tidak diciptakan oleh anggota profesi sendiri, terutama
di negara kita. Baku jabatan guru masih sangat banyak diatur oleh pihak
pemerintah, atau pihak lain yang menggunakan tenaga guru tersebut
seperti yayasan pendidikan swasta.
Sementara
kebanyakan jabatan mempunyai patokan atau persyaratan yang seragam
untuk meyakinkan kemampuan minimum yang diharuskan, tidak demikian
halnya dengan jabatan guru. Dari pengalaman beberapa tahun terakhir
penerimaan calon mahasiswa LPTK didapat kesan yang sangat kuat bahwa
skor nilai calon mahasiswa yang masuk ke lembaga pendidikan guru jauh
lebih rendah dibandingkan dengan skor calon yang masuk ke bidang
lainnya. Permasalahan ini mempunyai akibat juga dalam hasil pendidikan
guru nantinya, karena bagaimanapun juga mutu lulusan akan sangat
dipengaruhi oleh mutu masukan atau bahan bakunya, dalam hal ini mutu
calon mahasiswa lembaga pendidikan guru.
Dalam
setiap jabatan profesi setiap anggota kelompok dianggap sanggup untuk
membuat keputusan profesional berhubungan dengan iklim kerjanya. Para
profesional biasanya membuat peraturan sendiri dalam daerah
kompetensinya, kebiasaan dan tradisi yang berhubungan dengan pengawasan
yang efektif tentang hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan dan
hal-hal yang berhubungan dengan langganan (klien)nya. sebetulnya
pengawasan luar adalah musuh alam dari profesi, karena membatasi
kekuasaan profesi dan membuka pintu terhadap pengaruh luar (Ornstein dan
levine, 1984).
Dokter
dan pengacara misalnya, menyediakan layanan untuk masyarakat, sementara
kliennya membayar untuk itu, namun tak seorangpun mengaharap bahwa
orang banyak atau klien akan menulis resep ataupun yang menulis kontrak.
Bila klien ikut mempengaruhi keputusan dari praktek dokter atau
pengacara, maka hubungan profesional-klien berakhir. Ini pada hakekatnya
berarti mempertahankan klien dari mangsa ketidaktahuannya, disamping
juga menjaga profesi dari penilaian yang tidak rasional dari klien atau
khalayak ramai.
Peter Blau dan W Richard Scott (1965 : 51 – 52) menulis:
“profesional
service... requires that the (profesional) maintain independence of
judgement and not permit the clients’wishers as distinguished from their
interests to influence his decisions.”
Para
profesioanal harus mempunyai pengetahuan dan kecakapan dalam membuat
penilaian, sebaiknya tidak demikian dengan klien, sebagaimana ditulis
Blau dan Scott.
“and the clients not qualified to evaluate the service he needs.”
Profesional
yang membolehkan langganannya untuk mengatakan apa yang dia kerjakan
akan gagal dalam memberikan layanan yang optimal.
Bagaimana dengan guru? Guru, sebagaimana sudah diutarakan juga diatas, sebaiknya membolehkan orang tua,
kepala sekolah, pejabat kantor wilayah, atau anggota masyarakat lainnya
mengatakan apa yang harus dilakukan mereka. Otonomi profesional tidak
berarti bahwa tidak ada sama sekali kontrol terhadap profesional.
Sebaliknya ini berarti bahwa kontrol yang memerlukan kompetensi teknis
hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan
profesional dalam hal itu.
Kelihatannya
untuk masa sekarang sesuai dengan kondisi yang ada di negara kita,
kriteria ini belum dapat secara keseluruhan dipenuhi oleh jabatan guru.
g. Jabatan yang lebih mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi
Jabatan
mengajar adalah jabatanyang mempunyai nilai sosial yang tinggi, tidak
perlu diragukan lagi. Guru yang baik akan sangat berperan dalam
mempengaruhi kehidupan yang lebih baik dari warga negara masa depan.
Jabatan
guru telah terkenal secara universal sebagai suatu jabatan yang
anggotanya termotivasi oleh keinginan untuk membantu orang lain, bukan
disebabkan oleh keuntungan ekonomi atau keuangan. Kebanyakan guru
memilih jabatan ini berdasarkan apa yang dianggap baik oleh mereka yakni
mendapatkan kepuasan rohaniah ketimbang kepuasan ekonomi atau lahiriah.
Namun, ini tidak berarti bahwa guru harus dibayar lebih rendah tetapi
juga jangan mengharapkan akan cepat kaya bila memilih jabatan guru. Oleh
karena itu, tidak perlu diragukan lagi bahwa persyaratan ketujuh ini
dapat dipenuhi dengan baik.
h. Jabatan yang mempunyai organisasi professional yang kuat dan terjalin erat
Semua
profesi yang dikenal mempunyai organisasi profesional yang kuat untuk
dapat mewadahi tujuan bersama dan melindungi anggotanya. Dalam beberapa
hal, jabatan guru telah memenuhi kriteria ini dan dalam hal lain belum
dapat dicapai. Di Indonesia telah ada Persatuan Guru Republik Indonesia
(PGRI) yang merupakan wadah seluruh guru mulai dari guru taman
kanak-kanak sampai guru sekolah lanjutan atas, dan ada pula Ikatan
Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) yang mewadahi seluruh sarjan
pendidikan. Di samping itu, juga telah ada kelompok guru mata pelajaran
sejenis, baik pada tingkat daerah maupun nasional, namun belum terkait
secara baik dengan PGRI. Harus dicarikan usaha yang sungguh-sungguh agar
kelompok-kelompok guru mata pelajaran sejenis itu tidak dihilangkan,
tetapi dirangkul ke dalam pangkuan PGRI sehingga merupakan jalinan yang
amat rapi suatu profesi yang baik.
Berdasarkan
analisi ini tampaknya jabatan guru belum sepenuhnya dapat dikategorikan
sebagai suatu profesi yang utuh, dan bahkan banyak orang sependapat
bahwa guru hanya jabatan semiprofesional atau profesi yang baru muncul
(emerging profession) karena belum semua ciri-ciri diatas dapat dipenuhi
.
Menurut Amitai Etzioni (1969 : p. v.), guru adalah jabatan semi profesional di sebabkan oleh :
“...
the training (of teachers)is shorthers, their status less legitimated
(low or moderate), their right to privilaged communication less
estabilish; theirs is less of specialized knowledge, and they have less
autonomy from supervision or sociated control than ‘the professions’...”
Setelah
dibicarakan profesionalisasi secara panjang lebar, mungkin timbul
pertanyaan, untuk apa dibicarakan profesionalisasi dalam dunia
kependidikan? Kalau di pahami secara baik kriteria jabatan profesional
yang telah dibicarakan diatas, maka jelaslah bahwa jabatan profesional
sangat memperhatikan layanan yang diberikan kepada masyarakat. Oleh
sebab itu, dalam rangka menjaga dan meningkatkan layanan ini secara
optimal serta menjaga agar masyarakat jangan sampai dirugikan oleh
orang-orang yang tidak bertanggung jawab, tuntutan jabatan profesional
harus sangat tinggi. Profesi kependidikan, khusunya profesi keguruan
mempunyai tugas utama melayani masyarakat dalam dunia pendidikan.
Sejalan dengan alasan tersebut, jelas kiranya bahwa
profesionalisasi dalam bidang keguruan mengandung arti peningkatan
segala daya dan usaha dalam rangka pencapaian secara optimal layanan
yang akan diberikan kepada masyarakat. Lebih khusus lagi, Sanusi et al.
(1991) mengajukan
enam asumsi yang melandasi perlunya profesionalisasi dalam pendidikan
(dan bukan dilakukan secara acak saja), yakni sebagai berikut:
1.
subjek pendidikan adalah manusia yang memiliki kemauan, pengetahuan,
emosi, dan perasaan, dan dapat dikembangkan segala potensinya; sementara
itu pendidikan dilandasi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang menghargai
martabat manusia.
2.
Pendidikan dilakukan secara intensional, yakni secara sadar dan
bertujuan, maka pendidikan menjadi normatif yang diikat oleh norma-norma
dan nilai-nilai yang baik secara universal, nasional, maupun lokal,
yang merupakan acuan para pendidik,peserta didik, dan pengelola
pendidikan.
3. Teori-teori pendidikan merupakan kerangka hipotesis dalam menjawab permasalahan pendidikan.
4.
Pendidikan bertolak dari asumsi pokok tentang manusia, yakni manusia
mempunyai potensi yang baik untuk berkembang. Oleh sebab itu, pendidikan
adalah usaha untuk mengembangkan potensi unggul tersebut.
5.
Inti pendidikan terjadi dalam prosesnya, yakni situasi dimana terjadi
dialog antara peserta didik dengan pendidik, yang memungkinkan peserta
didik tumbuh kearah yang dikehendaki oleh pendidik dan selaras dengan
nilai-nilai yang dijunjung tinggi masyarakat.
6.
Sering terjadinya dilema antara tujuan utama pendidikan, yakni
menjadikan manusia sebagai manusia yanng baik (dimensi intrinsik),
dengan misi intsrumental yakni yang merupakan alat untuk perubahan atau
mencapai sesuatu.
2.3 Kode Etik Profesi Keguruan
1. Pengertian Kode etik
Menurut
UU. No 8 tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian pasal 28
menjelaskan bahwa “ Pegawai negeri sipil mempunyai kode etik sebagai
pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan didalam dan diluar kedinasan
“. Bila kita simpulkan dari pasal tersebutSetiap profesi pasti mempunyai kode penjelasanya
maka dapat kita nyatakan bahwa : kode etik merupakan pedoman sikap,
tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan
sehari hari . “ Kode etik guru Indonesia merupakan k landasan moral dan pedoman tingkah laku guru “ (Basuni Ketua PGRI, 1973).
2. Tujuan Kode Etik
Adapun tujuan kode etik nenurut R. Hermawan , 1979 secara umum sebagai berikut :
a. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
b. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan anggotanya
c. Untuk mengeratkan pengabdian para anggota
d. Untuk meningkatkan mutu profesi
e. Untuk mengeratkan mutu organisasi profesi
3. Penetapan Kode Etik
Kode
etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku
dan mengikat para anggotanya. Penetapan kode etik lazim dilakukan pada
suatu konggres organisasi profesi.
4. Sangsi Pelanggaran Kode Etik
Walaupun
pada mulanya kode etik merupakan landasan moral dan pedoman tingkah
laku, namun apabila terjadi pelanggaran yang serius terhadap kode etik
dapat dikenakan sanksi perdata maupun pidana.
5. Kode Etik Guru Indonesia
Kode
etik guru indonesia merupakan alat yang sangat penting untuk
pembentukan sikap profesional para anggota profesi keguruan, kode etik
keguruan diteteapkan dalam suatu konggres PGRI ke XIII dijakarta pada
tahun 1973 dan disempurnakan pada konggres XIV tahin 1989 dijakarta.
Adapun kode etik guru Indonesia adalah :
a. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
b. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional.
c. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
d. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar.
e. Guru
memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat
sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama
terhadap pendidikan.
f. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
g. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan social.
h. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
i. Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.
2.4 Perkembangan Profesi Keguruan
1. Sejarah kualifikasi guru
Pada
mulanya guru-guru diindonesia diangkat dari orang yang tidak
berpendidikan khusus untuk memangku jabatan guru. Dalam jaman penjajahan
belanda dulu guru yang mulanya diangkat
dari orang orang yang tidak dididik secara khusus menjadi guru, secara
berangsur dilengkapi dan ditambah dari guru-guru yang lulus dari sekolah
guru ( Kweekschool) yang pertama kali didirikan disolo 1852. Karena
kebutuhan guru yang mendesak maka pemerintah belanda mengangkat lima
macam guru :
1. Guru lulusan sekolah guru yang dianggap guru yang berwenang penuh
2. Guru bukan lulusan sekolah guru tapi lulus ujian menjadi guru
3. Guru bantu yakni guru yang lulus ujian guru bantu
4. Guru yang dimagangkan kepada guru senior sebagai calon guru
5. Guru yang diangkat karena amat mendesak yang diangkat dari masyarakat yang pernah mengecap pendidikan
Kemudian
didirikan sekolah normal ( Normal school ) dalam kurikulumnya belum
dimasukan ilmu mendidik dan psikologi. Ada beberapa sekolah umum yang
pada waktu itu didirikan diantaranya HIS ( Hollands inlandse school ),
MULO ( Meer uitgebreid lagere onderwijs ) dll. Kemudian secara
berangsur-angsur didirikan lembaga pendidikan guru
atau kursus untuk mempersiakan guru-gurunya, misalnya HKS ( Hogere
kweeks school ) untuk guru HIS dan HA ( Hoofd Acte ) untuk calon kepala
sekolah. Kemudian berlanjut pada zaman jepang dan awal kemerdekaan,
selangkah demi selangkah didirikan sekolah guru ( SGB 4 tahun ) yang
siswanya lulusan SR melalui ujian SGB, kemudian SGA 6 tahun, siswanya
lulusan SGB kelas III atau lul;usan SMP, sehingga pada saat ini kita
mempunyai lembaga pendidikan guru yang disebut LPTK. STKIP dan FKIP di
Universitas. Dan akhirnya SGA diubah menjadi SPG sampai tahun 1980-an.. Perkembangan profesi kependidikan dapat dibagi menjadi beberapa periodisasi, yakni :
a. Masa Penjajahan
Dalam
bukunya Sejarah Pendidikan Indonesia, Nasution (1987) mengatakan zaman
penjajahan merupakan bagian sejarah profesi kependidikan. Pada zaman
penjajahan, guru tampil dan ikut mewarnai perjuangan bangsa Indonesia.
Bahkan pada tahun 1912 mereka mendirikan organisasi perjuangan guru-guru
pribumi yakniPersatuan Guru Hindia Belanda yang beranggotakan
guru bantu, guru desa, kepala sekolah, dan pemilik sekolah. Kemudian
pada 1932, HIS mengambil langkah ekstrim dengan mengubah namanya
menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). PGI tetap eksis sampai penjajahan belanda berakhir karena semangat nasionalisme yang tinggi.
Dalam masa penjajahan Jepang, PGI tidak bisa bearktivitas secara terang-terangan, karena semua organisasi dianggap membahayakan.
Peran
guru pada masa penjajahan amatlah penting karena guru mempunyai nilai
strategis untuk membangkitkan nasionalisme, meskipun banyak aral
melintang dalam proses penanaman nasionalisme tersebut.
b. Masa Kemerdekaan
Masa
inilah peran guru dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan
bermasyarakat lebih terbuka dan maksima. Pada 24-25 November 1945
diselenggarakan Kongres Guru Indonesia di Surakarta. Pada tanggal 25
November 1945 lahirlah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sebagai perwujudan aspirasi guru Indonesia dalam mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa (Hermawan S., 1989).
Dengan
adanya Kongres Guru Indonesia, maka semua guru yang ada di Indonesia
melebur dan menyatu dalam suatu wadah, yakni PGRI sehingga tiada lagi
perbedaan latar belakang. Bahkan pada kelanjutannya, 25 November
diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Melalui Kepres No.78
Tahun 1994, kiprah PGRI makin bersinar. Namun kiprah PGRI terseret dalam
kepentingan penguasa karena kedekatannya dengan partai politik
tertentu.
Pada
zaman reformasi, guru lebih berani berekspresi untuk menyampaikan
aspirasi dan keluhannya, seperti menuntut perbaikan kesejahteraan, dll.
Tuntutan perbaikan kesejahteraan guru akhirnya direspon pemerintah.
Pemerintah menempatkan peningkatan kesejahteraan guru dalam konteks
kompetensi. Guru yang dulunya belum sepenuhnya dianggap sebagai profesi
akhirnya diakui sebagai profesi dengan adanya pencanangan guru sebagai
profesi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 2 Desember
2004.
2.5 Fungsi Organisasi Profesional Kependidikan dan Jenisnya
1. Fungsi organisasi profesional
Organisasi
Profesi kependidikan adalah suatu wadah yang memayungi guru dan
menyatukan gerak langkah anggotanya berdasarkan misi-misi yang ada di
organisasi serta melindungi masyarakat dari layanan yang tidak
semestinya.
Bagi guru- guru dinegara kita wadah organisasi profesi telah ada yaiti
PGRI yang didirikan di Surakarta pada tanggal 25 november 1945.
2. Jenis-jenis organisasi keguruan
Jenis-jenis organisasi keguruan antara lain :
1. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
2. Musyawarah
Guru Mata Pelajaran (MGMP); bertujuan untuk meningkatkan mutu dan
profesionalisasi dari guru dalam kelompoknya masing-masing.
3. Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI).
2.6 SIKAP PROFESIONAL KEGURUAN
1. Pengertian
Guru
sebagai pendidik profesional selayaknya mempunyai citra yang baik
dimasyarakat atau ungkapan dari bahasa jawa digugu dan ditiru disingkat
jadi guru. Sikap profesional keguruan yaitu sikap guru yang berhubungan
dengan pola tingkah laku guru dalam memahami, menghayati dan mengamalkan
sikap kemampuan dan sikap profesionalnnya.
2. Saran sikap profesional
1. Sikap terhadap peraturan perundang-undangan
Guru
melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan ( kode
etik butir 9 ) dalam rangka pembangunan dibidang pendidikan di
indonesia.
Depdiknas
mengeluarkan ketentuan dan peraturan yang merupakan kebijaksanaan yang
akan dilaksanakan oleh aparatnya. Pada garis besarnya kebijakan itu
antara lain meliputu : peningkatan mutu, pemerataan, efisiensi, dan
relevansi.
Guru
adalah aparatur dan abdi negara, karena itu guru itu mutlak harus
mengetahui kebijaksanaan pemerintah dalambidang pendidikan yaitu segala
peraturan pelaksanaan, baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah,
misalnya peraturan tentang kurikulum, biaya pendidikan, sarana dan prasarana dan lain-lain.
2. Sikap terhadap organisasi profesi
Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
3. Sikap terhadap teman sejawat
Guru memelihara hubungan profesi, semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial ( ayat 7 kode etik ) yaitu guru hendaknya :
a. Menciptakan dan memelihara hubungan sesama guru dalam lingkungan kerjanya.
b. Menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial didalam dan diluar lingkungan kerjanya.
4. Sikap terhadap anak didik
Guru
berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia yang berjiwa
pancasila. Fungsi dan tujuan pendidikan nasional jelas terdapat UU no 20
tahun 2003 pasal 4 yang berbunyi. “ pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab “.
Prinsip
lainnya adalah membimbing yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara
dalam sistem amongnya yang terkenal berisi tiga kalimat padat dalam
sistem ini. “ ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri
handayani “. Karena itu guru tidak hanya mengajar, tetapi mendidik serta
melatih peserta didik, sebagai satu kesatuan yang bulat, utuh, baik
jasmani maupun rohani.
5. Sikap terhadap tepat kerja
Untuk menciptakan suasana kerja yang harmonis perlu diperlihatkan :
a. Guru sendiri
b. Hubungan guru dengan orang tua siswa dan masyarakat sekelilingnya
“ guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang keberhasilan PBM “ ( kode etik ayat 4)
Tanggung
jawab mendidik tidak hanya dipundak pemerintah, tetapi orang tua dan
masyarakat bertanggung jawab terhadapnya oleh karena itu diperlukan
kerjasama yang baik antara guru, orang tua dan masyarakat sekitar ( kode etik ayat 5 ).
6. Sikap terhadap pemimpin
Sikap
seorang guru terhadap seorang pemimpin harus psitif, dalam arti harus
kerjasama dalam menyukseskan program yang sudah disepakati baik
disekolah maupun diluar sekolah.
7. Sikap terhadap pekerjaan
Tugas
guru dalam melayani anak didik sangat memerlukan kesabaran dan
ketelatenan yang tinggi. Orang yang memilih karir sebagai gurubiasanya
akan berhasil baik, apabila dia mencintai karirnya sepenuh hati. Guru
selalu dituntut secara terus menerus meningkatkan dan mengembangkan
pengetahuan, keterampilan dan mutu l.ayanan.
“ guru secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya “.( Kode etik ayat 6 )
8. Pengembanagan sikap
a. Pengembangan sikap selama pendidikan
Dalam
pendidikan prajabatan calon guru dididik dalam berbagai pengertian,
sikap dan keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaannya kemudian.
Pembentukan sikap yang baik harus dibina sejakcalon guru memulai
pendidkan dilembaga pendidikan guru.
b. Pengembangan sikap selama dalam jabatan
Pengembangan
dan peningkatan sikap dapat dilakukan secara formal melalui kegiatan
mengikuti penataran, loka karya seminar atau kegiatan ilmiah lainnya,
dan bisa juga dilakukan secara informal misalnya melalui media televisi,
radio, koran dan majalah maupun publikasi lainnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tidak semua pekerjaan bisa dikatakan profesi, karena profesi memiliki 4 kriteria
yang harus dipenuhi. Untuk profesi kependidikan pada mula
perkembangannya masih belum dapat dikatakan sebagai profesi. Guru mulai
diakui sebagai profesi ketika adanya pencangangan guru sebagai profesi
pada tanggal 2 Desember 2004. PGRI sebagai organisasi guru yang diakui
pemerintah mempunyai kode etik yang mengatur anggotanya agar
sesuai dengan tujuan, misi-visi PGRI serta melindungi masyarakat dari
layanan tak semestinya dari guru. Selain PGRI, adapula MGMP dan ISPI
sebagai organisasi kependidikan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Pasal 31 UUD 1945 mengamanatkan bahwa Pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara tetapi pendidikan dasar merupakan kewajiban yang harus diikuti oleh setiap warga negara dan pemerintah wajib membiayai kegiatan tersebu.
2. Pendidikan menjadi salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka menengah dan jangka panjang. Namun, sampai dengan saat ini masih banyak orang miskin yang memiliki keterbatasan akses untuk memperoleh pendidikan bermutu.
3.2 Saran
Dari makalah diatas penyusun menyarankan sebagai berikut :
a. Peranan
guru tidak hanya mendidik anak didepan kelas, tetapi mendidik
masyarakat,tempat bagi masyarakat untuk bertanya, baik dalam memecahkan
masalah pribadi ataupun masalah sosial.Untuk itu guru harus mendahulukan
kepentingan umum daripada kepentingan pribadinya.
b. Guru yang profesional setidaknya memenuhi syarat-syarat profesi keguruan dan mengikuti perkembangannya.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Qomari, Reorientasi Pendidikan Dan Profesi Keguruan, Jakarta : Uhamka Press, 2002
S. Nasution, Prof.Dr, Sosiologi Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara, 1995
Ramayulis, Prof. Dr, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia, 2002
Kunandar. Guru Profesional, Jakarta: Rajawali Pers, 2007.
Soetjipto dan Kosasi, Raflis. Profesi Keguruan, Jakarta: Rineka Cipta, 2000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar