Rabu, 18 April 2012

makalah profesi keguruan dan kode etik keguruan

STAI SMQ BANGKO, MERANGIN, JAMBI 

OLEH MUJIMAN.JAWA


KATA PENGANTAR


Assalamu’alaikum Wr Wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “KONSEP PROPESI PENDIDIKAN”
Dalam penyusunan makalah ini penyusun menyadari banyak sekali bantuan yang diberikan oleh banyak pihak baik moril maupun materil sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Dan pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
1.      Dr.Hj Elly Resly Rachlan.MM selaku dosen pembimbing mata kuliah Propesi Keguruan
2.      Orang tua tercinta yang senantiasa memberikan doa restu, motivasi, bantuan baik berupa moril dan materil.
3.      Rekan-rekan yang telah membantu untuk penyelesaian makalah ini.
4.      Serta pihak-pihak lain yang tidak bisa penyusun sebutkan satu persatu.
Semoga atas segala bantuan dan bimbingan yang telah diberikan kepada penyusun mendapatkan balasan dari Allah SWT. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk segala kritik dan saran yang bersifat membangun, penyusun harapkan demi kesempurnaan makalah yang berikutnya dan semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Wassalam.


Ciamis,      Mei 2011

Penyusun

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR                                                                                        i    
DAFTAR ISI.................................................................................................. .. ii
BAB I......... PENDAHULUAN....................................................................... 1
1.1  Latar Belakang...................................................................... .. 1
1.2  Rumusan Masalah................................................................. .. 2
1.3  Tujuan Pembuatan Makalah.................................................. .. 2
BAB II........ PEMBAHASAN KONSEP PROFESI KEPENDIDIKAN..... 3                
2.1  Pengertian Profesi................................................................. .. 3
2.2  Syarat-Syarat Profesi............................................................. .. 6
2.3  Kode Etik Profesi Kependidikan.......................................... 14
2.4  Perkembangan Profesi Kependidikan................................... 15
2.5  Fungsi Organisasi Profesional Kependidikan dan Jenisnya.. 17
2.6  Sikap profesional keguruan................................................... 18
BAB III...... PENUTUP.................................................................................. 22
3.1  Kesimpulan............................................................................ 22
3.2  Saran...................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA










BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa Pendidikan adalah suatu bentuk investasi jangka panjang yang penting bagi seorang manusia. Pendidikan yang berhasil akan menciptakan manusia yang pantas dan berkelayakan di masyarakat seta tidak menyusahkan orang lain. Masyarakat dari yang paling terbelakang sampai yang paling maju mengakui bahwa pendidik / guru merupakan satu diantara sekian banyak unsure pembentuk utama calon anggota masyarakat. Namun, wujud pengakuan itu berbeda-beda antara satu masyarakat dan masyarakat yang lain. Sebagian mengakui pentingnya peranan guru itu dengan cara yang lebih konkrit, sementara yang lain masih menyangsikan besarnya tanggung jawab seorang guru, termasuk masyarakat yang sering menggaji guru lebih rendah daripada yang sepantasnya.
Demikian pula, sebagian orang tua kadang-kadang merasa cemas ketika menyaksikan anak-anak mereka berangkat ke sekolah, karena masih ragu akan kemampuan guru mereka. Di pihak lain setelah beberapa bulan pertama mengajar, guru-guru pada umumnya sudah menyadari betapa besar pengaruh terpendam yang mereka miliki terhadap pembinaan kepribadian peserta didik. Kesadaran umum akan besarnya tanggung jawab seorang guru serta berbagai pandangan masyarakat terhadap peranannya telah mendorong para tokoh dan ahli pendidikan untuk merumuskan ruang lingkup tugas, tanggung jawab dan kualifikasi yang seharusnya dipenuhi oleh guru, sebagai pengajar guru mempunya tugas menyelenggarakan proses belajar-mengajar tugas yang mengisi porsi terbesar dari profesi keguruan ini pada garis besarnya meliputi minimal empat pokok, yaitu :
1.      menguasai bahan pengajaran
2.      merencanakan program belajar-mengajar
3.      melaksanakan, memimpin dan mengelola proses belajar-mengajar serta,
4.      menilai dan mengevaluasi kegiatan belajar-mengajar
Kemudian aspek-aspek apa saja yang dapat mendorong seorang guru dapat mengembangkan proses belajar mengajar? Apa indikatornya? Serta kompensasi macam apa yang dijalankan guna tercapainya proses belajar mengajar dalam upaya mengembangkan profesionalismenya?

1.2    Rumusan Masalah
Untuk mempermudah kita dalam memahami materi tentang Profesi Keguruan, penulis akan membuat rumusan masalah sebagai berikut :
1.    Apa Pengertian profesi ?
2.    Apa saja syarat-syarat profesi ?
3.    Kode etik keguruan ?
4.    Bagaimana perkembangan profesi keguruan ?
5.    Fungsi dan jenis-jenis organisasi keguruan ?
6.    Sikap profesional keguruan ?

1.3 Tujuan Pembuatan Makalah
1.      Untuk memaparkan pengertian dan syarat-syarat profesi keguruan dan perkembangannya di Indonesia.
2.      Untuk menjelaskan kode etik guru.
3.      Untuk membahas fungsi dan tujuan PGRI sebagai organisasi guru.
4.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah profesi keguruan








BAB II
PEMBAHASAN
KONSEP PROFESI KEPENDIDIKAN
           
2.1  Pengertian Profesi
Secara etimologi, istilah profesi berasal dari bahasa Inggris yaitu profession atau bahasa latin, profecus, yang artinya mengakui, adanya pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melakukan suatu pekerjaan. Sedangkan secara terminologi. profesi berarti suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental; yaitu adanya persyaratan pengetahuan teoritis sebagai instrumen untuk melakukan perbuatan praktis, bukan pekerjaan manual (Danin, 2002). Jadi suatu profesi harus memiliki tiga pilar pokok, yaitu pengetahuan, keahlian, dan persiapan akademik.
Kata Profesi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan, kejuruan, dsb) tertentu. Di dalam profesi dituntut adanya keahlian dan etika khusus serta standar layanan. Profesi juga diartikan sebagai suatu pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang didapat dari pendidikan akademis yang intensif (Webstar, 1989).  Pengertian ini mengandung implikasi bahwa profesi hanya dapat dilakukan oleh orang-orang secara khusus di persiapkan untuk itu. Dengan kata lain, profesi bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak memperoleh pekerjaan lain.
Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa profesi merupakan pekerjaan yang tidak sembarang orang bisa melakukannya dan dari pengertian tersebut dapat dilihat syarat-syarat suatu pekerjaan dapat dikatakan profesi, yakni :
1.    Adanya ilmu pengetahuan yang mendasari teknik dan prosedur kerja yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan khusus.
2.    Adanya kode etik profesi.
3.    Adanya pengakuan Formal Legalistik dari masyarakat dan pemerintah.
4.    Adanya organisasi yang memayungi pelaku profesi serta melindungi masyarakat dari layanan yang tidak semestinya.
Menurut Ornstein dan Levine (1984) menyatakan bahwa profesi itu adalah jabatan yang sesuai dengan pengertian profesi di bawah ini:
  1. Melayani masyarakat merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat.
  2. Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu diluar jangkauan khalayak ramai.
  3. Menggunakan hasil penelitin dan aplikasi dari teori ke praktik.
  4. Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang
  5. Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau mempunyai persyaratan yang masuk.
  6. Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu
  7. Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang ditampilkan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan
  8. Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien
  9. Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya relatif bebas dari supervisi dalam jabatan
  10. Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri
  11. Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok ‘elit’ untuk mengetahui dan mengakui keberhasilan anggotanya
  12. Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan
  13. Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari pablik dan kepercayaan diri setiap anggotanya
  14. Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi (bila dbanding dengan jabatan lainnya).
Tidak jauh berbeda dengan ciri-ciri diatas, Sanusi et al. (1991), mengutarakan ciri-ciri utama suatu profesi itu sebagai berikut:
a.     Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikansi sosial yang menentukan (crusial)
b.    Jabatan yang menuntut keterampilan/keahlian tertentu
c.     Keterampilan/keahlian yang dituntut jabatan itu didapat melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah
d.    Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas, sistematik, eksplisit, yang bukan hanya sekedar pendapat khalayak umum.
e.     jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yan cukup lama.
f.     Proses pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesiaonal itu sendiri.
g.    Dalam memberikan layanan kepada masyarakat, anggota profesi itu berpegang teguh pada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi.
h.    Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement terhadap permasalahan profesi yang dihadapinya.
i.      Dalam prakteknya melayani masyarakat, anggota profesi otonom dan bebas dari campur tangan oran lain.
j.      Jabatan ini mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat, dan oleh karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula.
Pada sisi lain profesi mempunyai pengertian seorang yang menekuni pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik dan prosedur berdasarkan intelektual. Hal demikian dapat dibaca pula pendapat Volmer dan Mills (1966), Mc Cully (1969), dan Diana W. Kommer (dalam sagala, 2000:195-196), mereka sama-sama mengartikan profesi sebagai spesialisasi dari jabatan intelektual yang diperoleh melalui study dan training, bertujuan menciptakan keterampilan, pekerjaan yang bernilai tinggi, sehingga keterampilan dan pekerjaan itu diminati, disenangi oleh orang lain, dan dia dapat melakukan pekerjaan itu dengan mendapat imbalan berupa bayaran, upah, dan gaji (payment)

2.2  Syarat-Syarat Profesi Keguruan
Profesi menunjukkan lapangan yang khusus dan mensyaratkan studi dan penguasaan pengetahuan khusus yang mendalam. Profesi kependidikan dalam hal ini, guru merupakan suatu profesi karena dia memiliki 4 persyaratan yang telah dibahas sebelumnya. Jadi dapat kita simpulkan pengertian dari profesi kependidikan/ keguruan adalah keahlian khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran, dan pelatihan yang ditekuni untuk menjadi mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan hidup yang bersangkutan (guru) serta menuntut keprofesionalan pada bidang tersebut.
Adapun syarat-syarat atau kriteria jabatan guru menurut NEA ( National Education Association ) 1948, menyarankan kriteria berikut :
a.    Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual
Disebut jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual karena mengajar melibatkan upaya-upaya yang sifatnya sangat didominasi kegiatan intelektual. Lebih lanjut dapat diamati, bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan anggota profesi ini adalah dasar bagi persiapan professional lainnya. Oleh sebab itu, mengajar seringkali disebut sebagai ibu dari segala profesi (Stinnet dan Hugget, 1963).
b.    Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus
Semua jabatan mempunyai monopoli pengetahuan yang memisahkan anggota mereka dari orang awam, dan memungkinkan mereka mengadakan pengawasan tentang jabatannya. Anggota –anggota suatu profesi menguasai bidang ilmu yang membangun keahlian mereka dan melindungi masyarakat dari penyalahgunaan, amatiran yang tidak terdidik, dan kelompok tertentu yang ingin mencari keuntungan (misalnya orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang membuka praktek dokter). Namun, belum ada kesepakatan tentang bidang ilmu khusus yang melatari pendidikan (education)atau keguruan (teaching) (ornstein and Livine, 1984).
Sementara itu, ilmu pengetahuan tingkah laku (behavioral sciences),ilmu pengetahuan alam, dan bidang kesehatan dapat dibimbing langsung dengan peraturan dan prosedur yang ekstensif dan menggunakan metodologi yang jelas Ilmu pendidikan kurang terdefinisi dengan baik. Di samping itu, ilmu yang terpakai dalam dunia nyata pengajaran masih banyak yang belum teruji avalidasinya dan yang disetujui sebagian besar ahlinya (Gideonse, 1982, dan woodring, 1983).
Sebagai hasilnya, banyak orang khususnya orang awam, seperti juga dengan para ahlinya, selalu berdebat dan berselisih, malahan kadang-kadang menimbulkan pembicaraan yang negatif. Hasil lain dari bidang ilmu yang belum terdefinisi dengan baik ini adalah isi dari kurikulum pendidikan guru berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya, walaupun telah mulai disamakan dengan menentukan topik-topik inti yang wajib ada dalam kurikulum.
Banyak guru di sekolah diperkirakan mengajar di luar dan bidang ilmu yang cocok dengan ijazahnya; misalnya banyak guru matematika yang tidak mendapatkan mayor dalam matematika sewaktu dia belajar pada lembaga pendidikan guru, ataupun mereka tidak disiapkan untuk mengajar matematika. Masalah ini sangat menonjol dalam bidang matematika dan ilmu pengetahuan alam, walaupun sudah agak berkurang dengan adanya persediaan guru yang cukup sekarang ini.
Apakah guru bidang ilmu pengetahuan tertentu juga ditentukan oleh baku pendidikan dan pelatihannya? Sampai saat pendidikan guru banyak yang ditentukan dari atas, ada juga waktu pendidikannya cukup dua tahun saja, ada yang perlu tiga tahun atau harus empat tahun. Untuk melangkah kepada jabatan profesional, guru harus mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam membuat keputusan tentang jabatannya sendiri. Organisasi guru harus mempunyai kekuasaan dan kepemimpinan yang potensial untuk bekerja sama, dan bukan didikte dengan kelompok yang berkepentingan, misalnya oleh lembaga pendidikan guru atau kantor wilayah pendidikan guru atau kantor wilayah pendidikan dan kebudayaan beserta jajarannya.
c.    Jabatan yang memerlukan persiapan professional yang lama
Lagi-lagi terdapat perselisihan pendapat mengenai hal ini. Yang membedakan jabatan profesional dengan non-profesional antara lain adalah dalam penyelesaian pendidikan melalui kurikulum, yaitu ada yang diatur universitas/institut atau melalui pengalaman praktek dan perpemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah. Yang pertama, yakni pendidikan melalui perguruan tinggi disediakan untuk jabatan profesional, sedangkan yang kedua, yakni pendidikan melalui pengalaman praktek dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah diperuntukan bagi jabatan non-profesional (omstein dan levine, 1984). Tetapi jenis kedua ini tidak ada lagi di indonesia.
Anggota kelompok guru dan yang berwenang di departemen pendidikan dan kebudayaan berpendapat bahwa persiapan profesional yang cukup lama amat perlu untuk mendidik guru yang berwenang. Konsep ini menjelaskan keharusan memenuhi kurikulum perguruan tinggi, yang terdiri dari pendikan umum, profesional, dan khusus, sekurang-kurangnya empat tahun lagi bagi guru pemula (S1 di LPTK), atau pendidikan persiapan profesional di LPTK paling kurang selama setahun setelah mendapat gelar akademik S1 di perguruan tinggi non LPTK. Namun, sampai sekarang di indonesia , ternyata masih banyak guru yang lama pendidikan mereka sangat singkat, malahan masih ada yang hanya seminggu, sehingga tentu saja kualitasnya masih sangat jauh untuk dapat memenuhi parsyaratan yang kita harapkan.
d.    Jabatan yang memerlukan “Latihan dalam jabatan” yang berkesinambungan
Jabatan guru cenderung menunjukan bukti yang kuat sebagai jabatan profesional, sebab hampir tiap tahun guru melakukan berbagai kegiatan latihan profesional, baik yang mendapatkan penghargaan kredit maupun tanpa kredit.
Malahan pada saat sekarang bermacam-macam pendidikan profesional tambahan diikuti guru-guru dalam menyetarakan dirinya dengan kualifikasi yang telah ditetapkan. ( Ingat penyetaraan D-II untuk guru-guru SD, dan penyetaraan D-III untuk guru-guru SLTP, baik melalui tatap muka di LPTK tertentu maupun lewat pendidikan jarak jauh yang di koordinasikan Universitas Terbuka).
Di lihat dari kacamata ini, jelas kriteria ke empat ini dapat di penuhi bagi jabatan guru di negara kita.
e.    Jabatan yang menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen
Di luar negeri barangkali syarat jabatan guru sebagai karier permanen merupakan titik paling lemah dalam menuntut bahwa mengajar adalah jabatan profesional. Banyak guru baru yang hanya bertahan selama satu atau dua tahun saja pada profesi mengajar, setelah itu mereka pindah kerja ke bidang lain, yang lebih banyak menjanjikan bayaran yang lebih tinggi. Untunglah Indonesia kelihatannya tidak begitu banyak guru yang pindah k bidang lain, walaupun bukan berarti pula bahwa jabatan guru di Indonesia mempunyai pendapatan yang tinggi. Alasannya mungkin karena lapangan kerja dan sistem pindah jabatan yang agak sulit. Dengan demikian kriteria ini dapat dipenuhi oleh jabatan guru di Indonesia.
f.     Jabatan yang menentukan standarnya sendiri
Karena jabatan guru menyangkut hajat orang banyak, maka baku untuk jabatan guru ini sering tidak diciptakan oleh anggota profesi sendiri, terutama di negara kita. Baku jabatan guru masih sangat banyak diatur oleh pihak pemerintah, atau pihak lain yang menggunakan tenaga guru tersebut seperti yayasan pendidikan swasta.
Sementara kebanyakan jabatan mempunyai patokan atau persyaratan yang seragam untuk meyakinkan kemampuan minimum yang diharuskan, tidak demikian halnya dengan jabatan guru. Dari pengalaman beberapa tahun terakhir penerimaan calon mahasiswa LPTK didapat kesan yang sangat kuat bahwa skor nilai calon mahasiswa yang masuk ke lembaga pendidikan guru jauh lebih rendah dibandingkan dengan skor calon yang masuk ke bidang lainnya. Permasalahan ini mempunyai akibat juga dalam hasil pendidikan guru nantinya, karena bagaimanapun juga mutu lulusan akan sangat dipengaruhi oleh mutu masukan atau bahan bakunya, dalam hal ini mutu calon mahasiswa lembaga pendidikan guru.
Dalam setiap jabatan profesi setiap anggota kelompok dianggap sanggup untuk membuat keputusan profesional berhubungan dengan iklim kerjanya. Para profesional biasanya membuat peraturan sendiri dalam daerah kompetensinya, kebiasaan dan tradisi yang berhubungan dengan pengawasan yang efektif tentang hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan dan hal-hal yang berhubungan dengan langganan (klien)nya. sebetulnya pengawasan luar adalah musuh alam dari profesi, karena membatasi kekuasaan profesi dan membuka pintu terhadap pengaruh luar (Ornstein dan levine, 1984).
Dokter dan pengacara misalnya, menyediakan layanan untuk masyarakat, sementara kliennya membayar untuk itu, namun tak seorangpun mengaharap bahwa orang banyak atau klien akan menulis resep ataupun yang menulis kontrak. Bila klien ikut mempengaruhi keputusan dari praktek dokter atau pengacara, maka hubungan profesional-klien berakhir. Ini pada hakekatnya berarti mempertahankan klien dari mangsa ketidaktahuannya, disamping juga menjaga profesi dari penilaian yang tidak rasional dari klien atau khalayak ramai.
Peter Blau dan W Richard Scott (1965 : 51 – 52) menulis:
“profesional service... requires that the (profesional) maintain independence of judgement and not permit the clients’wishers as distinguished from their interests to influence his decisions.”
Para profesioanal harus mempunyai pengetahuan dan kecakapan dalam membuat penilaian, sebaiknya tidak demikian dengan klien, sebagaimana ditulis Blau dan Scott.
“and the clients not qualified to evaluate the service he needs.”
Profesional yang membolehkan langganannya untuk mengatakan apa yang dia kerjakan akan gagal dalam memberikan layanan yang optimal.
Bagaimana dengan guru? Guru, sebagaimana sudah diutarakan juga diatas, sebaiknya membolehkan orang tua, kepala sekolah, pejabat kantor wilayah, atau anggota masyarakat lainnya mengatakan apa yang harus dilakukan mereka. Otonomi profesional tidak berarti bahwa tidak ada sama sekali kontrol terhadap profesional. Sebaliknya ini berarti bahwa kontrol yang memerlukan kompetensi teknis hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan profesional dalam hal itu.
Kelihatannya untuk masa sekarang sesuai dengan kondisi yang ada di negara kita, kriteria ini belum dapat secara keseluruhan dipenuhi oleh jabatan guru.
g.    Jabatan yang lebih mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi
Jabatan mengajar adalah jabatanyang mempunyai nilai sosial yang tinggi, tidak perlu diragukan lagi. Guru yang baik akan sangat berperan dalam mempengaruhi kehidupan yang lebih baik dari warga negara masa depan.
Jabatan guru telah terkenal secara universal sebagai suatu jabatan yang anggotanya termotivasi oleh keinginan untuk membantu orang lain, bukan disebabkan oleh keuntungan ekonomi atau keuangan. Kebanyakan guru memilih jabatan ini berdasarkan apa yang dianggap baik oleh mereka yakni mendapatkan kepuasan rohaniah ketimbang kepuasan ekonomi atau lahiriah. Namun, ini tidak berarti bahwa guru harus dibayar lebih rendah tetapi juga jangan mengharapkan akan cepat kaya bila memilih jabatan guru. Oleh karena itu, tidak perlu diragukan lagi bahwa persyaratan ketujuh ini dapat dipenuhi dengan baik.
h.   Jabatan yang mempunyai organisasi professional yang kuat dan terjalin erat
Semua profesi yang dikenal mempunyai organisasi profesional yang kuat untuk dapat mewadahi tujuan bersama dan melindungi anggotanya. Dalam beberapa hal, jabatan guru telah memenuhi kriteria ini dan dalam hal lain belum dapat dicapai. Di Indonesia telah ada Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang merupakan wadah seluruh guru mulai dari guru taman kanak-kanak sampai guru sekolah lanjutan atas, dan ada pula Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) yang mewadahi seluruh sarjan pendidikan. Di samping itu, juga telah ada kelompok guru mata pelajaran sejenis, baik pada tingkat daerah maupun nasional, namun belum terkait secara baik dengan PGRI. Harus dicarikan usaha yang sungguh-sungguh agar kelompok-kelompok guru mata pelajaran sejenis itu tidak dihilangkan, tetapi dirangkul ke dalam pangkuan PGRI sehingga merupakan jalinan yang amat rapi suatu profesi yang baik.
Berdasarkan analisi ini tampaknya jabatan guru belum sepenuhnya dapat dikategorikan sebagai suatu profesi yang utuh, dan bahkan banyak orang sependapat bahwa guru hanya jabatan semiprofesional atau profesi yang baru muncul (emerging profession) karena belum semua ciri-ciri diatas dapat dipenuhi .
Menurut Amitai Etzioni (1969 : p. v.), guru adalah jabatan semi profesional di sebabkan oleh :
“... the training (of teachers)is shorthers, their status less legitimated (low or moderate), their right to privilaged communication less estabilish; theirs is less of specialized knowledge, and they have less autonomy from supervision or sociated control than ‘the professions’...”
Setelah dibicarakan profesionalisasi secara panjang lebar, mungkin timbul pertanyaan, untuk apa dibicarakan profesionalisasi dalam dunia kependidikan? Kalau di pahami secara baik kriteria jabatan profesional yang telah dibicarakan diatas, maka jelaslah bahwa jabatan profesional sangat memperhatikan layanan yang diberikan kepada masyarakat. Oleh sebab itu, dalam rangka menjaga dan meningkatkan layanan ini secara optimal serta menjaga agar masyarakat jangan sampai dirugikan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, tuntutan jabatan profesional harus sangat tinggi. Profesi kependidikan, khusunya profesi keguruan mempunyai tugas utama melayani masyarakat dalam dunia pendidikan. Sejalan dengan alasan tersebut, jelas kiranya bahwa profesionalisasi dalam bidang keguruan mengandung arti peningkatan segala daya dan usaha dalam rangka pencapaian secara optimal layanan yang akan diberikan kepada masyarakat. Lebih khusus lagi, Sanusi et al. (1991) mengajukan enam asumsi yang melandasi perlunya profesionalisasi dalam pendidikan (dan bukan dilakukan secara acak saja), yakni sebagai berikut:
1. subjek pendidikan adalah manusia yang memiliki kemauan, pengetahuan, emosi, dan perasaan, dan dapat dikembangkan segala potensinya; sementara itu pendidikan dilandasi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang menghargai martabat manusia.
2. Pendidikan dilakukan secara intensional, yakni secara sadar dan bertujuan, maka pendidikan menjadi normatif yang diikat oleh norma-norma dan nilai-nilai yang baik secara universal, nasional, maupun lokal, yang merupakan acuan para pendidik,peserta didik, dan pengelola pendidikan.
3. Teori-teori pendidikan merupakan kerangka hipotesis dalam menjawab permasalahan pendidikan.
4. Pendidikan bertolak dari asumsi pokok tentang manusia, yakni manusia mempunyai potensi yang baik untuk berkembang. Oleh sebab itu, pendidikan adalah usaha untuk mengembangkan potensi unggul tersebut.
5. Inti pendidikan terjadi dalam prosesnya, yakni situasi dimana terjadi dialog antara peserta didik dengan pendidik, yang memungkinkan peserta didik tumbuh kearah yang dikehendaki oleh pendidik dan selaras dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi masyarakat.
6. Sering terjadinya dilema antara tujuan utama pendidikan, yakni menjadikan manusia sebagai manusia yanng baik (dimensi intrinsik), dengan misi intsrumental yakni yang merupakan alat untuk perubahan atau mencapai sesuatu.


2.3  Kode Etik Profesi Keguruan
1.      Pengertian Kode etik
Menurut UU. No 8 tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian pasal 28 menjelaskan bahwa “ Pegawai negeri sipil mempunyai kode etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan didalam dan diluar kedinasan “. Bila kita simpulkan dari pasal tersebutSetiap profesi pasti mempunyai kode  penjelasanya maka dapat kita nyatakan bahwa : kode etik merupakan pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari hari . Kode etik guru Indonesia merupakan k landasan moral dan pedoman tingkah laku guru “ (Basuni Ketua PGRI, 1973).
2.      Tujuan Kode Etik
Adapun tujuan kode etik nenurut R. Hermawan , 1979 secara umum sebagai berikut :
a.       Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
b.      Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan anggotanya
c.       Untuk mengeratkan pengabdian para anggota
d.      Untuk meningkatkan mutu profesi
e.       Untuk mengeratkan mutu organisasi profesi
3.      Penetapan Kode Etik
     Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku dan mengikat para anggotanya. Penetapan kode etik lazim dilakukan pada suatu konggres organisasi profesi.
4.      Sangsi Pelanggaran Kode Etik
     Walaupun pada mulanya kode etik merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku, namun apabila terjadi pelanggaran yang serius terhadap kode etik dapat dikenakan sanksi perdata maupun pidana.
5.      Kode Etik Guru Indonesia
     Kode etik guru indonesia merupakan alat yang sangat penting untuk pembentukan sikap profesional para anggota profesi keguruan, kode etik keguruan diteteapkan dalam suatu konggres PGRI ke XIII dijakarta pada tahun 1973 dan disempurnakan pada konggres XIV tahin 1989 dijakarta.
 Adapun kode etik guru Indonesia adalah :
a.    Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
b.    Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional.
c.    Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
d.   Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar.
e.    Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
f.     Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
g.    Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan social.
h.    Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
i.      Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.

2.4  Perkembangan Profesi Keguruan
1.      Sejarah kualifikasi guru
       Pada mulanya guru-guru diindonesia diangkat dari orang yang tidak berpendidikan khusus untuk memangku jabatan guru. Dalam jaman penjajahan belanda dulu guru yang mulanya  diangkat dari orang orang yang tidak dididik secara khusus menjadi guru, secara berangsur dilengkapi dan ditambah dari guru-guru yang lulus dari sekolah guru ( Kweekschool) yang pertama kali didirikan disolo 1852. Karena kebutuhan guru yang mendesak maka pemerintah belanda mengangkat lima macam guru :
1.      Guru lulusan sekolah guru yang dianggap guru yang berwenang penuh
2.      Guru bukan lulusan sekolah guru tapi lulus ujian menjadi guru
3.      Guru bantu yakni guru yang lulus ujian guru bantu
4.      Guru yang dimagangkan kepada guru senior sebagai calon guru
5.      Guru yang diangkat karena amat mendesak yang diangkat dari masyarakat yang pernah mengecap pendidikan
Kemudian didirikan sekolah normal ( Normal school ) dalam kurikulumnya belum dimasukan ilmu mendidik dan psikologi. Ada beberapa sekolah umum yang pada waktu itu didirikan diantaranya HIS ( Hollands inlandse school ), MULO ( Meer uitgebreid lagere onderwijs ) dll. Kemudian secara berangsur-angsur didirikan lembaga pendidikan  guru atau kursus untuk mempersiakan guru-gurunya, misalnya HKS ( Hogere kweeks school ) untuk guru HIS dan HA ( Hoofd Acte ) untuk calon kepala sekolah. Kemudian berlanjut pada zaman jepang dan awal kemerdekaan, selangkah demi selangkah didirikan sekolah guru ( SGB 4 tahun ) yang siswanya lulusan SR melalui ujian SGB, kemudian SGA 6 tahun, siswanya lulusan SGB kelas III atau lul;usan SMP, sehingga pada saat ini kita mempunyai lembaga pendidikan guru yang disebut LPTK. STKIP dan FKIP di Universitas. Dan akhirnya SGA diubah menjadi SPG sampai tahun 1980-an.. Perkembangan profesi kependidikan dapat dibagi menjadi beberapa periodisasi, yakni :
a.    Masa Penjajahan
Dalam bukunya Sejarah Pendidikan Indonesia, Nasution (1987) mengatakan zaman penjajahan merupakan bagian sejarah profesi kependidikan. Pada zaman penjajahan, guru tampil dan ikut mewarnai perjuangan bangsa Indonesia. Bahkan pada tahun 1912 mereka mendirikan organisasi perjuangan guru-guru pribumi yakniPersatuan Guru Hindia Belanda yang beranggotakan guru bantu, guru desa, kepala sekolah, dan pemilik sekolah. Kemudian pada 1932, HIS mengambil langkah ekstrim dengan mengubah namanya menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). PGI tetap eksis sampai penjajahan belanda berakhir karena semangat nasionalisme yang tinggi.
Dalam masa penjajahan Jepang, PGI tidak bisa bearktivitas secara terang-terangan, karena semua organisasi dianggap membahayakan.
Peran guru pada masa penjajahan amatlah penting karena guru mempunyai nilai strategis untuk membangkitkan nasionalisme, meskipun banyak aral melintang dalam proses penanaman nasionalisme tersebut.
b.   Masa Kemerdekaan
Masa inilah peran guru dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat lebih terbuka dan maksima. Pada 24-25 November 1945 diselenggarakan Kongres Guru Indonesia di Surakarta. Pada tanggal 25 November 1945 lahirlah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sebagai perwujudan aspirasi guru Indonesia dalam mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa (Hermawan S., 1989).
Dengan adanya Kongres Guru Indonesia, maka semua guru yang ada di Indonesia melebur dan menyatu dalam suatu wadah, yakni PGRI sehingga tiada lagi perbedaan latar belakang. Bahkan pada kelanjutannya, 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Melalui Kepres No.78 Tahun 1994, kiprah PGRI makin bersinar. Namun kiprah PGRI terseret dalam kepentingan penguasa karena kedekatannya  dengan partai politik tertentu.
Pada zaman reformasi, guru lebih berani berekspresi untuk menyampaikan aspirasi dan keluhannya, seperti menuntut perbaikan kesejahteraan, dll. Tuntutan perbaikan kesejahteraan guru akhirnya direspon pemerintah. Pemerintah menempatkan peningkatan kesejahteraan guru dalam konteks kompetensi. Guru yang dulunya belum sepenuhnya dianggap sebagai profesi akhirnya diakui sebagai profesi dengan adanya pencanangan guru sebagai profesi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 2 Desember 2004.
  
2.5  Fungsi Organisasi Profesional Kependidikan dan Jenisnya
1.      Fungsi organisasi profesional
Organisasi Profesi kependidikan adalah suatu wadah yang memayungi guru dan menyatukan gerak langkah anggotanya berdasarkan misi-misi yang ada di organisasi serta melindungi masyarakat dari layanan yang tidak semestinya. Bagi guru- guru dinegara kita wadah organisasi profesi telah ada yaiti PGRI yang didirikan di Surakarta pada tanggal 25 november 1945.
2.      Jenis-jenis organisasi keguruan
Jenis-jenis organisasi keguruan antara lain :
1.      Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
2.      Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP); bertujuan untuk meningkatkan mutu dan profesionalisasi dari guru dalam kelompoknya masing-masing.
3.      Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI).

2.6  SIKAP PROFESIONAL KEGURUAN

1.      Pengertian
Guru sebagai pendidik profesional selayaknya mempunyai citra yang baik dimasyarakat atau ungkapan dari bahasa jawa digugu dan ditiru disingkat jadi guru. Sikap profesional keguruan yaitu sikap guru yang berhubungan dengan pola tingkah laku guru dalam memahami, menghayati dan mengamalkan sikap kemampuan dan sikap profesionalnnya.
2.      Saran sikap profesional
1.      Sikap terhadap peraturan perundang-undangan
Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan ( kode etik butir 9 ) dalam rangka pembangunan dibidang pendidikan di indonesia.
Depdiknas mengeluarkan ketentuan dan peraturan yang merupakan kebijaksanaan yang akan dilaksanakan oleh aparatnya. Pada garis besarnya kebijakan itu antara lain meliputu : peningkatan mutu, pemerataan, efisiensi, dan relevansi.
Guru adalah aparatur dan abdi negara, karena itu guru itu mutlak harus mengetahui kebijaksanaan pemerintah dalambidang pendidikan yaitu segala peraturan pelaksanaan, baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah, misalnya peraturan  tentang kurikulum, biaya pendidikan, sarana dan prasarana dan lain-lain.
2.      Sikap terhadap organisasi profesi
Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
3.      Sikap terhadap teman sejawat
Guru memelihara hubungan profesi, semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial ( ayat 7 kode etik ) yaitu guru hendaknya :
a.       Menciptakan dan memelihara hubungan sesama guru dalam lingkungan kerjanya.
b.      Menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial didalam dan diluar lingkungan kerjanya.
4.      Sikap terhadap anak didik
Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia yang berjiwa pancasila. Fungsi dan tujuan pendidikan nasional jelas terdapat UU no 20 tahun 2003 pasal 4 yang berbunyi. “ pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab “.
Prinsip lainnya adalah membimbing yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara dalam sistem amongnya yang terkenal berisi tiga kalimat padat dalam sistem ini. “ ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani “. Karena itu guru tidak hanya mengajar, tetapi mendidik serta melatih peserta didik, sebagai satu kesatuan yang bulat, utuh, baik jasmani maupun rohani.
5.      Sikap terhadap tepat kerja
Untuk menciptakan suasana kerja yang harmonis perlu diperlihatkan :
a.       Guru sendiri
b.      Hubungan guru dengan orang tua siswa dan masyarakat sekelilingnya
“ guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang keberhasilan PBM “ ( kode etik ayat 4)
Tanggung jawab mendidik tidak hanya dipundak pemerintah, tetapi orang tua dan masyarakat bertanggung jawab terhadapnya oleh karena itu diperlukan kerjasama yang baik antara  guru, orang tua dan masyarakat sekitar ( kode etik ayat 5 ).
6.      Sikap terhadap pemimpin
Sikap seorang guru terhadap seorang pemimpin harus psitif, dalam arti harus kerjasama dalam menyukseskan program yang sudah disepakati baik disekolah maupun diluar sekolah.
7.      Sikap terhadap pekerjaan
Tugas guru dalam melayani anak didik sangat memerlukan kesabaran dan ketelatenan yang tinggi. Orang yang memilih karir sebagai gurubiasanya akan berhasil baik, apabila dia mencintai karirnya sepenuh hati. Guru selalu dituntut secara terus menerus meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan mutu l.ayanan.
“ guru secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya “.( Kode etik ayat 6 )
8.      Pengembanagan sikap
a.       Pengembangan sikap selama pendidikan
Dalam pendidikan prajabatan calon guru dididik dalam berbagai pengertian, sikap dan keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaannya kemudian. Pembentukan sikap yang baik harus dibina sejakcalon guru memulai pendidkan dilembaga pendidikan guru.
b.      Pengembangan sikap selama dalam jabatan
Pengembangan dan peningkatan sikap dapat dilakukan secara formal melalui kegiatan mengikuti penataran, loka karya seminar atau kegiatan ilmiah lainnya, dan bisa juga dilakukan secara informal misalnya melalui media televisi, radio, koran dan majalah maupun publikasi lainnya.

















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tidak semua pekerjaan bisa dikatakan profesi, karena profesi memiliki 4 kriteria yang harus dipenuhi. Untuk profesi kependidikan pada mula perkembangannya masih belum dapat dikatakan sebagai profesi. Guru mulai diakui sebagai profesi ketika adanya pencangangan guru sebagai profesi pada tanggal 2 Desember 2004.  PGRI sebagai organisasi guru yang diakui pemerintah mempunyai kode etik yang mengatur anggotanya agar sesuai dengan tujuan, misi-visi PGRI serta melindungi masyarakat dari layanan tak semestinya dari guru. Selain PGRI, adapula MGMP dan ISPI sebagai organisasi kependidikan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1.    Pasal 31 UUD 1945 mengamanatkan bahwa Pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara tetapi pendidikan dasar merupakan kewajiban yang harus diikuti oleh setiap warga negara dan pemerintah wajib membiayai kegiatan tersebu.
2.    Pendidikan menjadi salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka menengah dan jangka panjang. Namun, sampai dengan saat ini masih banyak orang miskin yang memiliki keterbatasan akses untuk memperoleh pendidikan bermutu.








3.2  Saran
            Dari makalah diatas penyusun menyarankan sebagai berikut :
a.       Peranan guru tidak hanya mendidik anak didepan kelas, tetapi mendidik masyarakat,tempat bagi masyarakat untuk bertanya, baik dalam memecahkan masalah pribadi ataupun masalah sosial.Untuk itu guru harus mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadinya.
b.      Guru yang profesional setidaknya memenuhi syarat-syarat profesi keguruan dan mengikuti perkembangannya.





















DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Qomari, Reorientasi Pendidikan Dan Profesi Keguruan, Jakarta : Uhamka Press, 2002
S. Nasution, Prof.Dr, Sosiologi Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara, 1995
Ramayulis, Prof. Dr, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia, 2002
Kunandar. Guru Profesional, Jakarta: Rajawali Pers, 2007.
Soetjipto dan Kosasi, Raflis. Profesi Keguruan, Jakarta: Rineka Cipta, 2000

Tidak ada komentar:

Posting Komentar