Sabtu, 21 April 2012

HUKUM JUAL BELI ANJING DAN KUCING MENURUT HUKUM ISLAM


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Pada perkembangan globalisasi saat ini anjing merupakan asset yang sangat menguntungkan bagi orang-orang yang memiliki usaha dalam bidang bisnis ternak anjing, selain itu juga pada saat ini anjing merupakan sahabat dari manusia. Anjing adalah mamalia karnivora yang telah mengalami domestikasi dari srigala sejak tahun 15.000 tahun yang lalu atau mungkin 100.000 tahun yang lalu berdasarkan bukti genetic fosil dan tes DNA.
Dalam hal ini kita sebagai ummat muslim diperintahkan oleh Allah SWT, dalam firmanya : (QS.Al Baqarah:198)
Artinya : “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy'arilharam. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat”.

Yaitu  sebagai ummat islam kita di seru untuk mencari karunia atau rezki yang sesuai degan syari’at agama dan tidak melanggar batasan-batasan yang telah di atur oleh Allah SWT.
Jumhur ulama berpendapat bahwa dibolehkan menjual seekor kucing, diantara mereka adalah  para ulama madzhab yang empat. Sementara sebagian ahli ilmu mengharamkannya, diantaranya az Zhahiriyah, juga dinukil dari Abu Hurairoh, Mujahid dan Jabir bin Zaid oleh Ibnul Mundzir, serta dinukil dari Thawus oleh al Mundziriy. Pendapat inilah yang paling tepat yang ditunjukkan oleh nash, diriwayatkan oleh Muslim dari Abu az Zubeir berkata,”Aku bertanya kepada Jabir tentang uang dari (hasil penjualan) anjing dan kucing? Dia berkata,”Hal itu telah dilarang oleh Nabi Muhammad SAW.”

Abu Daud meriwayatkan bahwa Nabi saw melarang uang dari (hasil penjualan) anjing dan kucing. Baihaqi juga meriwayatkan bahwa Rasulullah saw melarang memakan (daging) kucing dan melarang uang (penjualan) nya.”
Sebagian ahli ilmu telah melemahkan hadits-hadits tersebut akan tetapi pendapat mereka ini tertolak. Imam an Nawawi didalam “al Majmu’” mengatakan,”Adapun apa yang disebutkan oleh al Khottobi dan Ibnul Mundzir bahwa hadits itu lemah maka tidaklah benar karena hadits tersebut terdapat didalam shahih Muslim dengan sanad yang shahih…
Al Baihaqi didalam “as Sunan” memberikan jawaban terhadap jumhur,”Bahwa sebagian ahli ilmu menjadikan hadits tersebut untuk kucing apabila kucing itu liar yang tidak bisa dijinakkan, diantara mereka menganggap bahwa hal itu terjadi pada permulaan islam ketika kucing itu dianggap najis kemudian ketika liur kucing itu diangga suci maka harganya boleh diambil, dan tidak satu pun dari kedua pendapat itu yang memiliki dalil yang jelas.”
Ibnul Qoyyim meyakini akan keharaman penjualannya didalam “Zaad al Ma’ad” dan mengatakan,”Demikianlah fatwa Abu Hurairoh yang juga pendapat Thawus, Mujahid bin Zaid, seluruh ahli Zhahir dan salah satu riwayat dari Ahmad, serta pendapat yang dipilih oleh Abu Bakar, dan inilah pendapat yang benar berdasarkan hadits yang shahih dan tidak adanya pertentangan didalamnya mewajibkan untuk berpendapat seperti ini.
Ibnul Mundziriy berkata,”Sesugguhnya terdapat riwayat dari Nabi saw tentang larangan dari menjualnya dan penjualannnya adalah kebatilan dan jika (tidak ada larangan) maka boleh.” Dan dia telah mengetahui bahwa hadits tersebut adalah betul maka seharusnya madzhab Ibnul Mundzir mengharamkan penjualannya.
Islam adalah agama yang mencintai kebersihan sehingga mengingatkan bahayanya memiliki anjing, bahkan melarang memelihara anjing kecuali untuk kepentingan penjagaan keamanan atau pertanian. Tidak sedikit nash hadits yang menyatakan bahwa malaikat rahmat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan pahala pemilik anjing akan susut atau berkurang.

Rasulullah bersabda (yang artinya) : “ Sesungguhnya malaikat (rahmat) tidak akan memasuki rumah yang didalamnya terdapat anjing” [Hadits sahih ditakhrij oleh Thabrani dan Imam Dhiyauddin dari Abu Umamah Radhiyallahu 'anhu. Lihat pula Shahihul Jami' No. 1962]
Rasulullah bersabda (yang artinya) : “ Sesungguhnya malaikat tidak akan memasuki rumah yang didalamnya terdapat anjing dan gambar (patung)” [Hadits sahih ditakhrij oleh Ibnu Majah dan lihat Shahihul Jami' No. 1961]
Ibnu Hajar berkata : “Ungkapan malaikat tidak akan memasuki….” menunjukkan malaikat secara umum (malaikat rahmat, malaikat hafazah, dan malaikat lainnya)”. Tetapi, pendapat lain mengatakan : “Kecuali malaikat hafazah, mereka tetap memasuki rumah setiap orang karena tugas mereka adalah mendampingi manusia sehingga tidak pernah berpisah sedetikpun dengan manusia. Pendapat tersebut dikemukakan oleh Ibnu Wadhdhah, Imam Al-Khaththabi.
Sementara itu,  yang dimaksud dengan ungkapan rumah pada hadits di atas adalah tempat tinggal seseorang, baik berupa rumah, gubuk, tenda, dan sejenisnya. Sedangkan ungkapan anjing pada hadits tersebut mencakup semua jenis anjing. Imam Qurthubi berkata : “Telah terjadi ikhtilaf di antara para ulama tentang sebab-sebabnya malaikat rahmat tidak memasuki rumah yang didalamnya terdapat anjing. Sebagian ulama mengatakan karena anjing itu najis, yang lain mengatakan bahwa ada anjing yang diserupai oleh setan, sedangkan yang lainnya mengatakan karena di tubuh anjing itu menempel najis.
Ummul Mukminin Aisyah Radhiyallahu ‘anha mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengadakan perjanjian dengan Jibril bahwa Jibril akan datang. Ketika waktu pertemuan itu tiba, ternyata Jibril tidak datang. Sambil melepaskan tongkat yang dipegangnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Allah tidak mungkin mengingkari janjinya, tetapi mengapa Jibril belum datang ?” Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menoleh, ternyata beliau melihat seekor anak anjing di bawah tempat tidur. “Kapan anjing ini masuk ?” tanya beliau. Aku (Aisyah) menyahut : “Entahlah”. Setelah anjing itu dikeluarkan, masuklah malaikat Jibril. “Mengapa engkau terlambat ? tanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Jibril. Jibril menjawab: “Karena tadi di rumahmu ada anjing. Ketahuilah, kami tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan gambar (patung)”
Malaikat rahmat pun tidak akan mendampingi suatu kaum yang terdiri atas orang-orang yang berteman dengan anjing. Abu Haurairah Radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) : “ Malaikat tidak akan menemani kelompok manusia yang di tengah-tengah mereka terdapat anjing”. [Hadits Riwayat Muslim]
Imam Nawawi mengomentari hadits tersebut : “Hadits di atas memberikan petunjuk bahwa membawa anjing dan lonceng pada perjalanan merupakan perbuatan yang dibenci dan malaikat tidak akan menemani perjalanan mereka. Sedangkan yang dimaksud dengan malaikat adalah malaikat rahmat (yang suka memintakan ampun) bukan malaikat hafazhah yang mencatat amal manusia.
Dalam perdangangan yang sering dilakukan manusia,  untuk mencari nafkah bagi dirinya dan keluarganya, ada diantara mereka berdagang yang sesuai dengan tuntunan Islam namun tidak sedikit yang melaksanakan perdangan yang dilarang oleh syariat,  diantara mata pencarian yang dilarang dalam Islam adala menperjual belikan Anjing dan Kucing.
Dalam kasus ini kita sering melihat dan menyaksikan perdagangan kucing dan anjing yang telah menjadi hal yang biasa di kalangan kita, seperti kita lihat di pasar-pasar hewan banyak kita jumpai penjualan binatang kucing dan anjing, jadi kita sebagai ummat muslim harus mengetahui secara mendalam mengenai larangan memperjual belikan binatang ini, oleh karena itu pemakalah akan membahas tentang jual beli menurut syariat islam dan hokum menjual belikan kucing dan anjing sekaligus nilai harta hasil menjual kucing dan anjing.






B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian jual beli menurut islam?.
2.      Apa hokum memelihara anjing dan kucing?.
3.      Bagaimana Hukum menjual belikan kucing dan anjing?.

C.    Tujuan dari penelitian
1.      Penulis ingin mengetahui pemahaman tentang  jual beli menurut syari’at Islam.
2.      Penulis ingin mengetahui hokum memelihara atau memanfaatkan kucing atau anjing sebagai penjaga.
3.      Penulis ingin memahami hokum penjualan kucing dan anjing, dilihat dari Dalil-dalil maupun pandangan para ahli fiqih.




















BAB II
PEMBAHASAN

A.    JUAL BELI MENURUT ISLAM
Pengertian Menurut etimologi, jual beli adalah pertukaran sesuatu dengan
sesuatu (yang lain). Kata lain dari jual beli adalah al-ba’i, asy-syira’, al- mubadah, dan at-tijarah
Menurut terminologi, para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikannya, antara lain :
a.       Menurut ulama Hanafiyah: Jual beli adalah ”pertukaran harta (benda) dengan harta berdasarkan cara khusus (yang dibolehkan).”
b.      Menurut Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ : Jual beli adalah ”pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan.”
c.       Menurut Ibnu Qudamah dalam kitab Al-mugni : Jual beli adalah ”pertukaran harta dengan harta, untuk saling menjadikan milik.”

Pengertian lainnya Jual beli ialah persetujuan saling mengikat antara penjual (yakni pihak yang menyerahkan/menjual barang) dan pembeli (sebagai pihak yang membayar/membeli barang yang dijual). Pada masa Rasullallah SAW harga barang itu dibayar dengan mata uang yang terbuat dari emas (dinar) dan mata uang yang terbuat dari perak (dirham).
Landasan atau dasar hukum mengenai jual beli ini di syariatkan berdasarkan Al-Qur’an, yang mana Allah Swt berfirman dalam surat Al-Baqarah, 2: 198 :

Artimya : Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy'arilharam [1]. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.
Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bersabda "Dua orang yang saling berjual beli punya hak untuk saling memilih selama mereka tidak saling berpisah, maka jika keduianya saling jujur dalam jual beli dan menerangkan keadaan barang-barangnya (dari aib dan cacat), maka akan diberikan barokah jual beli bagi keduanya, dan apabila keduanya saling berdusta dan saling menyembunyikan aibnya maka akan dicabut barokah jual beli dari keduanya" (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa'i, dan shahihkan oleh Syaikh Al Bany dalam [2].

B.     HUKUM MENJUAL BELIKAN KUCING DAN ANJING
Berbagai Aktivitas perdangangan dilakukan manusia saat ini untuk mencari nafkah bagi dirinya dan keluarganya, namun demikian ada diantara mereka berdagang sesuai dengan tuntunan Islam namun tidak sedikit yang melaksanakan perdangan yang dilarang oleh syariat,  diantara mata pencarian yang dilarang dalam Islam adalah menperjual belikan Anjing dan Kucing. Para ulama mengharamkan jual beli benda benda yang pengunaannya dibatasi, seperti Anjing, Kucing, walau pada prinsipnya syariat memperbolehkan memiliki dan memelihara Anjing namun hal itu dibatasi missalnya Anjing boleh dipelihara untuk menjaga kebun atau untuk berburu dalam sebuah hadis rasululloh bersabda:
 “Barang siapa yang memelihara Anjing selain Anjing untukberburu dan menjaga tanaman maka sesunguhnya akan berkurang pahalanya setia hari satu Qiran”(satu Qiran= sebesar Bukit uhud)”  hadis riwayat Buhkari & Muslim)
 Melalui hadist ini tidak dibenarkan untuk menperjual belikan anjing walaupun itu adalah anjing yang telah terlatih. Ketika tidak boleh atau haram memperjual belikan anjing maka hasil dari penjualannya menjadi haram dan begitu juga halnya dengan kucing, walaupun kucing telah menjadi sahabat bagai banyak orang dan berguna untuk menangkap tikus dan hewan kecil lainya, Ulama berpendapat bahwa jual beli kucing itu haram hukumnya :  “Bahwa Nabi Melarang Penjualan Kucing “ HR. Imam Muslim
Dari Abu Juhaifah, beliau berkata,
 Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang hasil penjualan darah, hasil penjualan anjing dan upah dari budak wanita (yang berzina). Beliau juga melaknat orang yang mentato dan yang meminta ditato, memakan riba (rentenir) dan yang menyerahkannya (nasabah), begitu pula tukang gambar (makhluk yang memiliki ruh).” (HR. Bukhari)
Dari Rofi’ bin Khodij, beliau mendengar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الْحَجَّامِ وَكَسْبُ الْكَلْبِ وَثَمَنُ الْبَغِىِّ مَهْرُ الْكَسْبِ شَرُّ
Artinya :Sejelek-jelek penghasilan adalah upah pelacur, hasil penjualan anjing dan penghasilan tukang bekam.” (HR. Muslim)
Juga dari Rofi’ bin Khodij, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خَبِيثٌ الْحَجَّامِ وَكَسْبُ خَبِيثٌ الْبَغِىِّ وَمَهْرُ خَبِيثٌ الْكَلْبِ ثَمَنُ
 Artinya :Hasil penjualan anjing adalah penghasilan yang buruk. Upah pelacur juga buruk. Begitu pula penghasilan tukang bekam adalah khobits (jelek).” (HR. Muslim)
Dari Abu Az Zubair, beliau berkata bahwa beliau pernah menanyakan pada Jabir mengenai hasil penjualan anjing dan kucing? Lalu Jabir mengatakan,

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang keras hal ini.” (HR. Muslim)
Abu Muhammad Ibnu Hazm mengatakan bahwa yang dimaksud dengan zajar dalam hadits di atas adalah larangan keras.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari hasil penjualan anjing dan kucing.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Hukum menjual belikan kucing adalah haram berdasarkan dalil hadits Nabi SAW dan kaidah fiqih (al-qawa’id al-kulliyah).  Dalil hadits Nabi SAW, diriwayatkan dari sahabat Jabir bin Abdillah RA bahwasanya Nabi SAW telah melarang memakan kucing dan melarang pula memakan harga kucing (nahaa [an-nabiyyu] ‘an akli al-hirrah wa ‘an akli tsamaniha) (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Al-Hakim, hadits shahih [3].
Hadits Nabi SAW itu menjadi dalil haramnya memakan kucing dan memperjual-belikan kucing. Jadi kita diharamkan memperdagangkan kucing sebagaimana kita diharamkan memakan daging kucing (Tentang haramnya memakan kucing [4].
 Adapun dasar dari kaidah fiqih, adalah kaidah fiqih yang berbunyi :
Kullu maa hurrimaa ‘ala al-‘ibaad fabai’uhu haraam (Segala sesuatu yang diharamkan atas hamba, maka memperjual belikannya adalah haram juga) [5].
Kaidah ini menjelaskan bahwa apa saja yang telah diharamkan syara’, maka diharamkan pula memperjual belikannya. Baik sesuatu itu diharamkan memakannya (seperti babi, darah, bangkai, singa, elang, anjing), diharamkan meminumnya (seperti khamr), diharamkan membuatnya (seperti patung atau gambar makhluk bernyawa), atau diharamkan pada segi-segi yang lainnya.
Ketika sudah jelas bahwa syara’ mengharamkan kita untuk memakan daging kucing, maka haram pula menjual belikan kucing berdasarkan kaidah fiqih tersebut. Dengan demikian, jelaslah bahwa menjual belikan kucing adalah haram berdasarkan dalil hadits Nabi SAW dan kaidah fiqih tersebut.
Jumhur ulama berpendapat bahwa dibolehkan menjual seekor kucing, diantara mereka adalah para ulama madzhab yang empat. Sementara sebagian ahli ilmu mengharamkannya, diantaranya az Zhahiriyah, juga dinukil dari Abu Hurairoh, Mujahid dan Jabir bin Zaid oleh Ibnul Mundzir, serta dinukil dari Thawus oleh al Mundziriy. Pendapat inilah yang paling tepat yang ditunjukkan oleh nash, diriwayatkan oleh Muslim dari Abu az Zubeir berkata,”Aku bertanya kepada Jabir tentang uang dari (hasil penjualan) anjing dan kucing? Dia berkata,”Hal itu telah dilarang oleh Nabi saw.”
Abu Daud meriwayatkan bahwa Nabi saw melarang uang dari (hasil penjualan) anjing dan kucing. Baihaqi juga meriwayatkan bahwa Rasulullah saw melarang memakan (daging) kucing dan melarang uang (penjualan) nya.”
Sebagian ahli ilmu telah melemahkan hadits-hadits tersebut akan tetapi pendapat mereka ini tertolak.  Imam an Nawawi didalam “al Majmu’” mengatakan,”Adapun apa yang disebutkan oleh al Khottobi dan Ibnul Mundzir bahwa hadits itu lemah maka tidaklah benar karena hadits tersebut terdapat didalam shahih Muslim dengan sanad yang shahih…
Al Baihaqi didalam “as Sunan” memberikan jawaban terhadap jumhur,”Bahwa sebagian ahli ilmu menjadikan hadits tersebut untuk kucing apabila kucing itu liar yang tidak bisa dijinakkan, diantara mereka menganggap bahwa hal itu terjadi pada permulaan islam ketika kucing itu dianggap najis kemudian ketika liur kucing itu diangga suci maka harganya boleh diambil, dan tidak satu pun dari kedua pendapat itu yang memiliki dalil yang jelas.”
Ibnul Qoyyim meyakini akan keharaman penjualannya didalam “Zaad al Ma’ad” dan mengatakan,”Demikianlah fatwa Abu Hurairoh yang juga pendapat Thawus, Mujahid bin Zaid, seluruh ahli Zhahir dan salah satu riwayat dari Ahmad, serta pendapat yang dipilih oleh Abu Bakar, dan inilah pendapat yang benar berdasarkan hadits yang shahih dan tidak adanya pertentangan didalamnya mewajibkan untuk berpendapat seperti ini.


Ibnul Mundziriy berkata,”Sesugguhnya terdapat riwayat dari Nabi saw tentang larangan dari menjualnya dan penjualannnya adalah kebatilan dan jika (tidak ada larangan) maka boleh.” Dan dia telah mengetahui bahwa hadits tersebut adalah betul maka seharusnya madzhab Ibnul Mundzir mengharamkan penjualannya [6].
Itulah beberapa dalil yang menjelaskan jual beli kucing dan anjing. Jadi, hadits-hadits di atas menunjukkan terlarangnya jual beli anjing dan kucing, sehingga hasil penjualannya tidak halal.  Apakah Seluruh Jenis Anjing dan Kucing Termasuk Larangan Di Atas?
Memang ada perselisihan pendapat dalam masalah ini. Sebagian ulama membolehkan hasil penjualan anjing yang memiliki kegunaan seperti anjing yang digunakan untuk berburu, menjaga hewan ternak dan menjaga tanaman. Namun sebagian ulama melarang secara mutlak hal ini berdasarkan hadits-hadits yang telah disebutkan di atas.
Begitu juga dengan kucing, sebagian ulama memperbolehkan jual beli hewan ini karena adanya kegunaan untuk memburu tikus, serangga, cecak, kecoak, dan lainnya. Namun berdasarkan hadits-hadits di atas di atas ulama lain semacam Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma’ad melarang secara mutlak penjualan kucing.
Jadi, anjing dan  kucing tidak boleh diperjual belikan. hewan ini bisa diperoleh dengan jalan lain semacam melalui pemberian secara cuma-cuma, tanpa melalui proses jual beli.

C.    HUKUM MEMELIHARA KUCING ATAU ANJING          
Islam adalah agama yang mencintai kebersihan sehingga mengingatkan bahayanya memiliki anjing, bahkan melarang memelihara anjing kecuali untuk kepentingan penjagaan keamanan atau pertanian. Tidak sedikit nash hadits yang menyatakan bahwa malaikat rahmat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat anjing  dan pahala pemilik anjing akan susut atau berkurang.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda (yang artinya) : “ Malaikat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat anjing , juga tidak memasuki rumah yang didalamnya terdapat gambar (patung)” [Hadits sahih ditakhrij oleh Imam Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa'i dan Ibnu Majah yang semuanya dari Abu Thalhah Radhiyallahu 'anhu [7].
Rasulullah bersabda (yang artinya) : “ Sesungguhnya malaikat (rahmat) tidak akan memasuki rumah yang didalamnya terdapat anjing” [Hadits sahih ditakhrij oleh Thabrani dan Imam Dhiyauddin dari Abu Umamah Radhiyallahu 'anhu.
Rasulullah bersabda (yang artinya) : “ Sesungguhnya malaikat tidak akan memasuki rumah yang didalamnya terdapat anjing dan gambar (patung)” [Hadits sahih ditakhrij oleh Ibnu Majah .
Ibnu Hajar berkata : “Ungkapan malaikat tidak akan memasuki….” menunjukkan malaikat secara umum (malaikat rahmat, malaikat hafazah, dan malaikat lainnya)”. Tetapi, pendapat lain mengatakan : “Kecuali malaikat hafazah, mereka tetap memasuki rumah setiap orang karena tugas mereka adalah mendampingi manusia sehingga tidak pernah berpisah sedetikpun dengan manusia. Pendapat tersebut dikemukakan oleh Ibnu Wadhdhah, Imam Al-Khaththabi, dan yang lainnya.
            Sementara itu, mengenai hukum yang berkaitan dengan hasil jual beli anjing (harga anjing), terdapat beberapa nash yang mengharamkan, diantaranya adalah sebagai berikut. Abi Juhaifah Radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang hasil yang diperoleh dari jual beli anjing, darah, dan usaha pelacuran [Hadits shahih ditakhrijkan oleh Bukhari juga ditakhrijkan dalam Ahaditsul Buyu' oleh Imam ay-Thayalisi, Imam Ahmad, juga oleh Baihaqi [8].
BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Pengertian Menurut etimologi, jual beli adalah pertukaran sesuatu dengan sesuatu (yang lain). Kata lain dari jual beli adalah al-ba’i, asy-syira’, al- mubadah, dan at-tijarah, Menurut ulama Hanafiyah: Jual beli adalah ”pertukaran harta (benda) dengan harta berdasarkan cara khusus (yang dibolehkan
Hukum menjual belikan anjing dan  kucing adalah haram berdasarkan dalil hadits Nabi SAW dan kaidah fiqih (al-qawa’id al-kulliyah).  Dalil hadits Nabi SAW, diriwayatkan dari sahabat Jabir bin Abdillah RA bahwasanya Nabi SAW telah melarang memakan kucing dan melarang pula memakan  dan menafkahi keluarga hasil dari penjualan anjing dan kucing.
Islam adalah agama yang mencintai kebersihan sehingga mengingatkan bahayanya memiliki anjing, bahkan melarang memelihara anjing kecuali untuk kepentingan penjagaan keamanan atau pertanian. Bahkan malaikat rahmat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat anjing , sedangkan memelihara kucing dalam islam diperbolehkan.

B.     SARAN
Adapun manfaat yang kita dapat ambil dari penulisan makalah ini adalah, kita bisa mengetahui bahwa sanya menjual belikan kucing maupun anjing apapun tujuannya, baik untuk menjaga rumah atau keamanan itu tidak lah baik, selain itu juga anjing memiliki najis yang apabila terkena kulit maka harus di basuh dengan cara yang sesuai dengan syari’at islam, oleh karena itu bagi rekan rekan yang ingin berniat menjual belikan binatang tersebut lebih baik pikir dahulu manfaat dan mudharatnya bagi kita sebagai ummat muslim.




DAFTAR PUSTAKA

Ø  AL-Qura’an Al Karim
Ø  Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik Kamal bin As Sayid Salim, Al Maktabah At Taufiqiyah
Ø  Sifat Perniagaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Muhammad Arifin Badri, MA., Pustaka Darul Ilmi Fathul Bari, Ibnu Hajar, Dar Al Ma’rifah Beirut
Ø  (Sumber :http://alilmu-online.blogspot.com/2009/12/syariah-islam-hukum-jual-eli-kucing.html)
Ø  Hukum Jual Beli Kucing Adalah Haram (Sumber http://rahma02.wordpress.com/2007/10/09/hukum-jual-beli-kucing/)



















KATA PENGANTAR

Assalammualaikum wr.wb.
            Puji syukur patut kita ungkapkan kehadirat Allah SWT, karena atas izinnya dan rahmat hidayah Nya yang dilimpahkannya kepada kita semua. Alhamdulillah penyusun makalah yang berjudul “ Jual Beli Kucing dan Anjing ”  ini dapat kami selesaikan tepat pada tenggang waktu yang diberikan oleh dosen pembimbing.
            Dalam menyingkapi permasalahan yang terdapat didalam makalah ini, terutama kami sebagai pemakalah belum begitu sempurna menguraikan isi yang ada didalam makalah ini, untuk itu penting adanya harapan kami memohon kepada dosen pembimbing untuk menambah serta meluruskannya agar tidak terjadi kekeliruan bagi para rekan pembaca.
            Selanjutnya ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian tugas makalah kami ini antara lain  :
1.      Ibu Dosen Pengampu Ainul Mardhiah,M. H.I  yang memberi dorongan dan motivasi kepada kami dalam menyusun makalah ini.
2.      Selanjutnya kepada rekan rekan mahasiswa yang telah memberikan dorongan, semangat dalam menyelesaikan makalah ini.
3.      Dan selanjutnya kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Wassalamua’alaikum wr,wb

Bangko      Desember  2011

      Penyusun




DAFTAR ISI

Cover
Kata Pengantar ...............................................................................i
Daftar Isi ........................................................................................ii
BAB I Pendahuluan ........................................................................1
A.    Latar Belakang…………………………………..…….1
B.     Rumusan masalah………………………….……….….5
C.     Tujuan penelitian………………………………….…...5
BAB II            Pembahasan
a.    Jual beli menurut Islam.………..................................6
b.    Hokum memperjual belikan kucing dan anjing...........7
c.    Hokum memelihara kucing dan anjing………..…..….11
BAB III Penutup ..............................................................................13
A.    Kesimpulan
B.     Saran
Daftar Pustaka............................................................................14




                 [1]         Ialah bukit qazam di musdhalifah . AL Qur’an Karim
 [2]     Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa'i, dan shahihkan oleh Syaikh Al Bany dalam Shahih Jami no. 2886

[3]        Lihat Imam As-Suyuthi, Al-Jami’ Al-Shaghir, Juz II hal. 191.

[4]      Lihat Asy-Syarbaini Al-Khathib, Al-Iqna`, Juz II hal. 273; Syaikh Zakariyya Al-Anshari, Fathul Wahhab, Juz II hal. 192.

           [5]            Lihat Taqiyuddin An-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah, Juz II hal. 248

[6]       Markaz al Fatwa no. 18327

[7]       Lihat Shahihul-Jami' No. 7262
8      Lihat Shahihul Jami' no. 6949